- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
border security, government, national security, politics, politics and lawborder security, government, national security, politics, politics and law - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
2
Presiden Amerika Serikat (AS)
Donald Trump
menyetujui larangan bagi warga negara dari 12 negara untuk masuk ke Amerika Serikat. Menurut Trump, langkah ini diambil guna mengamankan negeri tersebut terhadap serangan oleh “teroris luar” serta potensi bahaya keamanan lainnya.
Negara-negara yang mengalami pengaruh meliputi Afghanistan, Myanmar, Chad, Kongo, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, serta Yaman. Di sisi lain, penduduk dari tujuh negera berikutnya yaitu Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela, akan mendapat pembatasan tertentu. Laporan awal tentang batasan pergerakan tersebut diberitahukan kepada publik.
CBS News
.
“Kita tidak akan mengizinkan orang-orang yang ingin mencelakai kita untuk memasuki negara kita,” kata Trump dalam sebuah video yang diposting di X, seperti dikutip
Reuters
, Rabu (4/6). Ia menyebut bahwa daftar tersebut bisa diubah dan beberapa negara lain mungkin akan dimasukkan.
Aturan tersebut mulai berlaku secara resmi pada 9 Juni 2025 pukul 00.01 menurut waktu lokal. Kebijakan ini menyatakan bahwa visa yang telah dikeluarkan sebelum tanggal tersebut tetap valid dan tidak akan dihapus.
Selama masa jabatan pertamanya,
Trump
menginformasikan pembatasan bagi tamu asal tujuh negeri dengan populasi Muslim dominan, suatu aturan yang melewati berbagai tahapan perubahan sebelum akhirnya ditetapkan oleh Mahkamah Agung di tahun 2018.
Mantan Presiden Joe Biden menghapus larangan tersebut pada tahun 2021. Ia menuduh bahwa keputusan Trump adalah sebuah “bekas luka di hati nuraninya bangsa kita.”
Trump menyebutkan bahwa negara-negara dengan pembatasan terketat dipilih karena adanya “presensi terorisme berskala luas”, kurangnya kerjasama dalam hal keamanan visa, serta kesulitan verifikasi identitas wisawandan. Tambahan pula, beberapa negara ini disalahkan atas rekam jejak kriminal mereka yang diragukan dan durasi tinggal melebihi batas waktu visa di AS.
“Kami tak bisa mengizinkan migrasi bebas dari sebarang negara jika kami tak mampu secara efektif dan konsisten mengecek serta menyaring orang-orang yang mencoba masuk ke Amerika Serikat,” ujar Trump.
Dia mengutip insiden hari Minggu di Boulder, Colorado, di mana seorang pria melemparkan bom bensin ke kerumunan demonstran pro-Israel sebagai contoh mengapa pembatasan baru itu diperlukan.
Seorang warga negara Mesir, Mohamed Sabry Soliman, telah didakwa dalam serangan itu. Pejabat federal mengatakan Soliman telah tinggal lebih lama dari masa berlaku visa turisnya dan memiliki izin kerja yang kedaluwarsa. Mesir tidak termasuk dalam daftar negara yang menghadapi batasan perjalanan dari Trump.
Somalia Mulai Diskusi dengan Amerika Serikat
Somalia cepat bersumpah akan kerja sama dengan AS guna menyelesaikan persoalan keamanan. “Somalia sangat menghormati ikatan lama mereka dengan Amerika Serikat dan siap terlibat dalam pembicaraan untuk merespon ketakutan yang timbul,” ujar Dahir Hassan Abdi, sang Dubes Somalia di AS, seperti dikutip dari suatu pernyataan.
Instruksi Trump merupakan bagian dari pendekatan ketat terhadap imigrasi yang dia jalankan sejak awal periode kedua pemerintahannya. Ia merumuskan ulang rencana tersebut dalam pidato bulan Oktober tahun 2023, di mana ia bersumpah akan membatas masuknya warga dari Jalur Gaza, Libya, Somalia, Suriah, Yaman, serta setiap negara lain yang dinilai dapat mengancam keamanan Amerika Serikat.
Trump menerbitkan peraturan eksekutif tanggal 20 Januari yang meminta pengecekan keselamatan yang lebih ketat bagi warga asing yang berkeinginan masuk ke Amerika Serikat guna mendeteksi potensi bahaya terorisme dalam negeri. Aturan tersebut juga menyuruh para anggota kabinet untuk memberikan daftar negara-negara tertentu di mana kunjungan oleh penduduknya harus dikaji ulang secara parsial atau total akibat “kurang lengkapnya data pemeriksaan dan verifikasi” mereka.