- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
government, government regulations, politics and government, social issues, workersgovernment, government regulations, politics and government, social issues, workers - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
5
Koran – Pikiran Masyarakat –
Timboel Siregar, Sekretaris Jenderal dari Federasi Serikat Buruh Se-Indonesia (FSBSI), menyoroti terdapatnya praktik diskriminasi dalam penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU). Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa para pekerja belum tentu menerima BSU secara langsung, melainkan bergantung pada tempat bekerjanya serta besarnya UMK di daerah tersebut.
Menurut dia, pemerintah harus memberikan penjelasan lebih lanjut tentang siapa saja yang memenuhi syarat untuk menerima BSU. Dia menyebut contoh bahwa pekerja di Kota Bogor dengan gaji sebesar Rp 5,3 juta tidak dapat mengklaim BSU lantaran upah minimum kota tersebut adalah Rp 5,2 juta.
Meskipun upah pekerjanya di Jakarta hanya mencapai Rp 5,4 juta per bulan, mereka tetap menerima Bantuan Sosial Uang (BSU) senilai Rp 600.000. “Sebenarnya, kedua pekerja itu adalah anggota keluarga yang sama dan tinggal serumah,” ungkap Timboel dalam siaran pers dari Jakarta pada hari Selasa, tanggal 9 Juni 2025.
Timboel mengatakan pula sebuah kasus lain. Dia menjelaskan bahwa seorang karyawan yang bekerja di Kota Bandung dan mendapat upah senilai Rp 4,5 juta per bulannya berhak menerima BSU sebesar Rp 600.000. Sementara itu, seorang karyawan lain di Kabupaten Bandung Barat dengan pendapatan lebih rendah yaitu Rp 3,9 juta per bulan malah tak memperoleh BSU lantaran UMK di daerah tersebut adalah Rp 3,8 juta setelah dibulatkans (pemotongan). Meski begitu, kedua orang ini tinggal serumah dalam satu kos-kosan, imbuhnya.
Terdapat pula kasus dari Jawa Timur. Seorang karyawan di Malang yang mendapatkan upah sebesar Rp 3,7 juta tak bisa menerima BSU senilai Rp 600.000 lantaran Upah Minimum Kota (UMK) Malang adalah Rp 3,6 juta. Di sisi lain, tenaga kerja di Surabaya yang memperoleh pendapatan mencapai Rp 5 juta malah berkesempatan untuk mengklaim BSU dikarenakan UMK Surabaya sama yaitu Rp 5 juta (dibulatkan). Pasangan tersebut terdiri atas sang suami dan istri menurut penjelasannya.
Diskriminasi dalam penyaluran BSU ini, menurutnya, disebabkan oleh lokasi pekerjaan dan perbedaan nilai upah minimum.
Optimistis
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansah mengungkapkan keyakinannya bahwa rangkaian stimulus senilai Rp 24,44 triliun yang dikeluarkan oleh pemerintah akan berhasil meningkatkan daya beli masyarakat yang saat ini tengah lesu.
“Langkah ini mencerminkan dukungan nyata pemerintah kepada kalangan menengah bawah. Terutama bagi mereka yang rentan kemiskinan bahkan sudah jatuh miskin. Mereka lah yang membutuhkan bantuan langsung dari pemerintah pada saat ini,” ujar Trubus.
Menurutnya, sekarang ini, kelompok menengah di Indonesia sedang menghadapi tekanan yang sangat besar. Di satu sisi, mereka belum tercatat sebagai golongan miskin secara administrasi jadi seringkali tidak mendapat bansos rutin.
“Pada aspek yang berbeda, mereka masih belum cukup tangguh menghadapi beban hidup, dampak perubahan ekonomi global serta politik internasional. Oleh karena itu, kebijakan stimulus ini sungguh tepat dan vital bagi mereka,” jelasnya.
Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah telah memberikan BSU kepada para pekerja dengan pendapatan kurang dari Rp 3,5 juta setiap bulan. Alternatif lain adalah mereka yang memiliki gaji di bawah Upah Minimum Provinsi, Kabupaten, atau Kota. Diperkirakan jumlah kelompok menengah ke bawah mencapai sekitar 17,3 juta individu.
Pekerja-pekerjanya ini tercatat dalam BPJS Ketenagakerjaan. Setiap bulannya mereka akan mendapatkan BSU senilai Rp 300.000, dan pembayaran selama dua bulan yakni Rp 600.000 akan diterima pada Juni atau Juli.
“Kementerian Tenaga Kerja akan melaksanakan dan membayarkannya pada Juni dan Juli. Meskipun demikian, upaya dilakukan agar dana tersebut cair mulai bulan Juni,” jelas Sri Mulyani.