- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
children, children and families, health, health risks, medical conditions and diseaseschildren, children and families, health, health risks, medical conditions and diseases - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
11
Siapakah di antara kita yang hatinya tak bergetar saat menyaksikan balita dengan wajah imut dan mengundang tawanya riang?
Akan tetapi, dibalik tampilan ceria itu, bagaimana jadinya jika gigi mereka mengalami karies atau kerusakan? Apakah masih akan tampak lucu?
Tentu saja, masalah gigi bermasalah pada anak menjadi ketidaknyamanan bagi banyak orangtua. Mereka memiliki tugas berat untuk mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang pentingnya menjaga kesehatan mulut dan gigi sejak usia muda, termasuk di antaranya adalah dengan rajin menyikat gigi setiap hari.
Kondisi anak-anak yang dekat dengan masalah karies gigi ternyata tidak hanya khayalan semata. Ini sudah dijelaskan melalui berbagai penelitian ilmiah.
Mengutip
CDC
, hasil studi yang dilakukan oleh Universitas Washington dalam jurnal tersebut
Lembaga untuk Metrik dan Evaluasi Kesehatan
(2020) menunjukkan bahwa gigi berlubang atau karies adalah penyakit jangka panjang yang paling sering dialami oleh anak-anak di negera itu.
Lebih dari setengah anak usia 6 sampai 8 tahun telah merasakan pengalaman memiliki lubang di sedikitnya satu gigi sulung mereka.
Kerusakan gigi akibat lubang atau karies yang dibiarkan tanpa penanganan bisa menimbulkan nyeri serta infeksi yang berisiko mempengaruhi kegiatan rutin, misalnya saat makan dan bicara.
Agensi Kesehatan Masyarakat Kanada
mendeskripsikan karies gigi pada balita sebagai jenis kerusakan gigi ekstrem yang bisa berdampak pada gigi geraham bayi, terlebih lagi pada gigi seri atas.
Gula yang terdapat pada sisa makanan dan minuman seperti susu, jus, serta permen nantinya akan didekomposisi oleh bakteri dalam plak gigi.
Tahap itu menciptakan asam yang dapat merusak email gigi, yaitu lapisan paling keras yang menjaga kesehatan gigi. Sehingga, hal ini pada akhirnya tak bisa dicegah untuk menyebabkan kerusakan pada gigi.
Berita bagusnya adalah, masalah pada gigi anak bisa dihindari dengan merawat kesehatan mereka sejak dini.
Berdasarkan informasi yang serupa, para orangtua dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan mulut dan gigi anak mereka kepada dokter gigi ahli saat si Kecil mencapai usia satu tahun, atau paling lambat enam bulan setelah gigi pertamanya muncul.
Meskipun demikian, bahkan sebelum gigi pertama bayi muncul, orang tua sudah harus mempersiapkan kesehatan giginya serta rongga mulutnya.
Mengutip
KidsHealth
Cukup lakukan dengan mengoleskan kain bersih yang lembab secara perlahan pada gusi bayi setelah memberikan susu.
Anak-anak di bawah usia 3 tahun dapat diajarkan untuk menyikat gigi sebanyak dua kali sehari, masing-masing selama dua menit, dengan pasta gigi berflouride seukuran sebutir beras. Pada anak usia di atas 3 tahun, berikan pasta gigi seukuran kacang polong.
Lalu, apa yang dapat dilakukan orang tua untuk menanamkan kebiasaan sikat gigi pada anak-anak?
Menurut spesialis gigi anak,
dr. Debrania Santoso MDS, Sp.KGA
, orang tua bisa menjadikan kegiatan menggosok gigi sebagai ritual bersama anak yang menyenangkan.
Misalnya, membuat agenda khusus sikat gigi bersama anak.
“Orang tua bisa membuat agenda sikat gigi menjadi lebih heboh seperti mengadakan lomba sikat gigi dengan anak. Jadi nanti anak akan diberi
reward
ketika sikat giginya bersih,” kata drg. Debra yang praktik di Solo ini.
Yang tak kalah penting, drg. Debra mengingatkan untuk memperbanyak minum air putih serta konsumsi buah dan sayur, juga mengurangi konsumsi gula.
“Makanan yang harus dijauhkan agar terhindar dari kerusakan gigi adalah jenis-jenis pangan dengan kandungan gula tinggi karena bersifat menempel pada permukaan gigi,” jelasnya.
Apakah ada makna khusus jika anak dilarang mengonsumsi camilan manis seperti permen dan cokelat?
Tetap diizinkan tentunya, menurut drg. Debra. Yang penting, kuantitasnya harus dikendalikan. Jangan lupa juga, pastikan si kecil berkumur serta menyikat gigi setelah memakan camilan manis tersebut.
Pasalnya, drg. Debra mengingatkan, berdasarkan American Heart Association (
AHA
Batas aman bagi anak berusia lebih dari dua tahun dalam mengonsumsi gula adalah kurang dari enam sendok teh setiap harinya atau sekitar 25 gram. Sementara itu, anak yang belum mencapai usia dua tahun dianjurkan agar tidak memakan gula tambahan sama sekali.
Selain itu, drg. Debra menegaskan urgensi orang tua untuk mengajarkan praktik sikat gigi yang benar pada anak.
Caranya, sikat dari gusi ke gigi, atau dari bagian yang berwarna merah ke bagian berwarna putih. Jangan lupa untuk menyikat lidah.
Jika ternyata gigi si Kecil telah berkelainan karies, segera ajaklah dia menemui dokter gigi karena situasi ini membutuhkan penanganan medis.
Sesuai dengan penjelasan drg. Debra, perawatan gigi berlubang tidak harus rumit, bisa di mulai dari hal terpantas dahulu supaya si kecil tidak ketakutan, misalnya melakukan perawatan ‘صندVMLINUX
topical fluor
‘menaplikasikan flour pada gigi anak.
“Tujuannya adalah menguatkan lapisan email gigi agar lebih tahan terhadap kerusakan dan lubang,” ungkap drg. Debra mengenai perawatan dengan fluoride.
Saat dibawa ke dokter gigi, anak-anak sering kali merasa cemas dan sulit diatur. Lalu bagaimana mengatasi hal tersebut?
“Bila sang buah hati mengamuk atau keras kepala, orangtua dapat mendiskusikannya dengan dokter gigi. Sebab umumnya mereka cenderung lebih patuh saat dipandu oleh seorang dewasa lain selain ibu bapaknya seperti guru di sekolah ataupun dokter gigi yang sering didatangi,” tuntasnya.
Jadi, bagaimana, sudah siap untuk membimbing anak belajar menyikat gigi dengan tepat? Lakukan secara pelan-pelan sambil menjaga suasana tetap seru!