Bisakah Gibran Di-Makzulkan? Ahli Hukum dan Politik Jawab

Bisakah Gibran Di-Makzulkan? Ahli Hukum dan Politik Jawab



Kasus impeachment terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka muncul lagi setelah Forum Purnawirawan TNI mengirimkan surat formal ke DPR dan MPR tanggal 26 Mei 2025.

Surat yang dikirimkan oleh keempat mantan perwira tinggi militer TNI dengan pangkat Letjen (Purn.) Slamet Soebijanto, Brigjend (Purn.) Fachrul Razi, Mayjend (Purn.) Tyasno Soedarto, serta Marsdya (Purn.) Hanafie Asnan ini menuntut agar penyelidikan impeachment terhadap Gibran segera dilakukan.

Beberapa kelompok dalam parlemen memberikan tanggapan positif terhadap surat itu.

Meskipun demikian, mereka juga mengakui bahwa melaksanakan impeachment adalah tugas yang tidak ringan dan memerlukan jalur politik yang rumit.

Kemudian, apa yang dikatakan ahli tentang peluang impeachment Gibran?

Pelantunan Gibran mungkin terjadi apabila…

Ahli hukum dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengungkapkan bahwa penuntutan terhadap presiden atau wakil presiden adalah bagian dari prosedur konstitusi dalam sistem pemerintahan presidensial yang bertujuan untuk mencopot pimpinan negara sebelum periode kekuasaannya usai.

Menurut UUD 1945, proses impeachment bisa dijalankan apabila presiden atau wakil presiden dinyatakan telah melanggar hukum misalnya dengan mengkhianati negara, suap menyuap, kejahatan serius lainnya, perilaku yang mencemarkan nama baik, dan bila sudah tak layak menduduki posisi tersebut,” jelas dia, sebagaimana diketahui.
, Minggu (8/6/2025).

Menurut Abdul, pembatasan mengenai Gibran dapat dilakukan jika ada cukup bukti yang menyatakan dia telah melanggar salah satu aturan hukum tersebut.

Argumentasi pemakzulan Gibran

Forum Purnawirawan TNI mengklaim bahwa tindakan impeachment didasarkan pada landasan konstitusional yang solid, dengan menunjukkan Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar 1945, Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI tahun 1998, serta beberapa peraturan terkait Mahkamah Konstitusi dan wewenang pengadilan.

Mereka menggarisbawahi bahwa penunjukan Gibran sebagai calon wakil presiden berdasarkan Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 dianggap tidak sah secara hukum oleh mereka.

Di samping masalah hukum, forum tersebut juga mengkritisi kapabilitas Gibran yang dianggap kurang berpengalaman karena baru dua tahun menjadi Walikota Solo dan meragukan kualifikasi pendidikannya.

Hari itu pula disinggung kemungkinan adanya pelanggaran kode etik dan partisipasi dalam tindakan korupsi, nepotisme, dan kolusi bersama kakaknya, Kaesang Pangarep. Selain itu, surat tersebut juga merujuk pada perselisihan terkait akun media sosial yang dinamai “fufufafa.”

Berdasarkan alasan itu, responsnya tak mudah karena mekanisme impeachment sangat diatur secara detail dalam undang-undang dan mengharuskan adanya bukti hukum beserta dukungan politik yang signifikan,” jelas Abdul Hadjar.

Pemakzulan Gibran belum kuat baik dari segi hukum maupun politik.

Menurut Abdul Hadjar, permohonan impeachment untuk Gibran yang disampaikan oleh mantan anggota TNI ini sebenarnya lebih berfokus pada bidang politik dan administrasi daripada masalah-masalah hukum yang membutuhkan keputusan pengadilan definitif.

Menurutnya, mengenai kriteria umur, sejauh Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 belum dicabut secara formal melalui undang-undang atau keputusan MK yang lebih baru, alasan hukum untuk melakukan pemakzuman tetap kurang kuat.

Abdul mengatakan bahwa keberhasilan aspirasi saat ini sangat ditentukan oleh pendekatan yang diambil oleh para politikus di Dewan Perwakilan Rakyat. Hanya ada satu jalur yang tersedia untuk ditempuh yaitu dengan melakukan perubahan pada regulasi yang berkaitan dengan ketentuan umur bagi calon presiden dan wakil presiden.

“Tetapi, jika politik dilihat sebagai ‘arsitektur dari mungkin’, maka peran para pemain politik adalah untuk menemukan jalan melalui berbagai peluang yang ada,” katanya.

Butuh masalah yang lebih mendalam dan dukungan yang lebih banyak

Ahli ilmu politik dari Universitas Indonesia, Cecep Hidayat, juga mengomentari bahwa argumen hukum yang tersedia sekarang masih kurang kuat untuk menjalankan proses pemakzulan terhadap Gibran.

Cecep mengatakan bahwa masih diperlukan bukti yang lebih jelas guna memperkuat kasus impeachment.
,
Minggu.

Menurut Cecep, proses impeachment juga membutuhkan dukungan dari isu-isu yang lebih signifikan, khususnya yang dapat menunjukkan bukti kuat bahwa Gibran telah melakukan pelanggaran hukum.

Dia mengatakan bahwa dinamika politik di DPR akan sangat mempengaruhi jalannya isu tersebut di masa mendatang.

“Pertemuan ketua-ketua DPR dapat menandai permulaan, kemudian tumbuh seperti bola salju yang mengungkap kotak Pandora penuh dengan bukti-bukti atau aspek-aspek politik lainnya yang mungkin memperkokoh alasan untuk impeachment,” katanya.

Namun, Cecep memperingatkan, proses impeachment tidak semudah yang dibayangkan. Mempelajari kasus impeachmen Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ternyata hal tersebut baru bisa terwujud saat ada krisis politik skala besar, perselisihan dengan DPR, serta tegangnya hubungan dengan TNI-Polisai.

“Pada kasus Gibran, kondisinya berbeda. Kendalanya cukup signifikan mengingat diperlukan dukungan kuat dari partai-partai di DPR dan MPR untuk melakukan impeachment, sementara kini sebagian besar anggota tersebut mendukung Prabowo-Gibran,” tegasnya.

Senada dengan Cecep, pengamat politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menyebut bahwa lobi politik ke partai-partai menjadi kunci utama.

Aditya menuturkan bahwa Forum Purnawirawan TNI tak seharusnya berhenti dengan pengiriman surat kepada DPR saja. Sebaiknya mereka juga melakukan lobbying terhadap partai politik, apalagi banyak dari partai tersebut merupakan bagian pendukung pemerintah yang memiliki suara dominan.

Menurut dia, kalau pemakzulan cuma dilakukan dengan cara-cara standar tanpa ada perencanaan politik yang matang, kemungkinannya bakal tipis sekali.

“Agar dapat mewujudkan target impeachment, Forum perlu menggandeng lebih banyak kelompok, memperluas isu, serta mendapatkan dukungan publik yang signifikan,” jelasnya.

“Intinya, sampai sejauh mana hal tersebut telah dikerjakan? Jika belum, akan sangat sulit untuk bergantung pada proses di DPR, terlebih lagi dalam kondisi politik yang kompleks,” jelas Aditya.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *