- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, government, news, politics, politics and lawbusiness, government, news, politics, politics and law - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
4
– Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Yunus Husein mengatakan bahwa penetapan Letjen TNI (Purn) Djaka Budi Utama menjadi Direktur Jenderal Bea dan Cukai merupakan keputusan yang tepat. Menurutnya, diperlukan seorang figur tangguh untuk merombak ulang lembaga itu.
Menurut Yunus, keberanian merupakan sifat vital yang diperlukan bukan saja di kalangan Badan Pajak dan Cukai, melainkan juga di beragam bidang lainnya dalam administrasi negara.
“Oleh karena itu, keberanian sangat dibutuhkan tidak hanya di Bea Cukai, di seluruh negara kita butuh orang-orang yang berani untuk melakukan koreksi dan perbaikan,” ungkap Yunus, sebagaimana dilaporkan dalam Podcast Gaspol! Kompas.com pada hari Minggu (8/6/2025).
Ketinggian Penyelewengan Beserta Peredarannya Dana Antar Negara
Yunus menggarisbawahi bahwa Bea Cukai membutuhkan fokus ekstra karena adanya risiko yang cukup besar terkait dengan penyelundupan serta aliran dana antar batasan negara.
Dia juga menggarisbawahi tindak pencucian uang lewat sistem kepabeanan, khususnya dengan cara mentransfer tunai antar negara atau yang dikenal sebagai pengelolaan kas lintas batas.
Dia menyebutkan bahwa banyak uang yang harusnya diumumkan ketika meninggalkan atau memasuki perbatasan Indonesia, ternyata tidak dilaporkan dengan benar seperti yang seharusnya.
“Jika berbicara tentang pencucian uang, ini melibatkan transaksi keuangan lintas batasan dari area bea cukai, dikenal sebagai cross-border cash carrying. Ada banyak kasus dimana jumlah uang yang melewati area bea cukai seharusnya bernilaiRp 100 juta dan dilaporkan, tetapi beberapa laporan tersebut kurang akurat,” jelasnya.
Yunus mengatakan bahwa daerah seperti Bali, Batam, dan Jakarta menunjukkan puncak kegiatan transaksi lintas batas negara lewat Money Changer.
Akan tetapi, dia merasa laporannya dari daerah-daerah itu masih kurang optimal.
“Di sini (Bea Cukai) mungkin membutuhkan lebih banyak orang yang berani karena ada banyak kasus penyelundupan, barang datang dan pergi,” ujar Yunus.
Kenaikan Penyebaran Dana Ilegal Lewat Kantor Bea dan Cukai.
Yunus Husein pun menyatakan keprihatinan atas peningkatannya aktivitas dana ilegal yang disinyalir melintasi saluran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Satu sumber penting lainnya untuk mendapatkan uang itu, menurutnya, dapat berasal dari tindakan suap dan rasuah.
“Aliran uang ilegal yang dituduhkan melalui Bea Cukai sangat besar, terutama berasal dari kasus korupsi,” jelas Yunus.
Yunus berpendapat bahwa masalah ini tidak boleh lagi dipandang sebatas kesalahan “tindak individu”, mengingat jumlah pelaku yang terkait dianggap cukup besar.
Menurutnya hal tersebut mengindikasikan ada permasalahan dengan sistem secara menyeluruh.
“Benar sekali masalahnya, ketika kami menyebut mereka sebagai oknum jika hal tersebut terjadi. Namun, sebetulnya jumlah oknum ini sangatlah besar,” jelasnya.
Kekurangan Dalam Pengawasan dan Pelaksanaan Peraturan Hukum
Menurut dia, lemahnya pengawasan dan pelaksanaan hukum pada tingkat tertinggi juga ikut memperparah keadaan tersebut.
Ini mengakibatkan batasan antara uang halal dan haram memudar, sehingga memberi peluang pada tindakan tidak sah semakin meluas.
“Menunjukkan bahwa sistem tersebut kurang baik, seperti pada contoh sebelumnya kurang efektif, kami kesulitan membedakan antara yang halal dan haram, pelaksanaannya juga lemah. Oleh karena itu, semua masalah ini masih berlanjut dan terus bertambah,” katanya.
Yunus juga menyebut tentang Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia yang dianggapnya tidak berubah banyak dalam sepuluh tahun terakhir dan bahkan kalah dengan negara-negara tetangga seperti Timor Leste.
Dia juga bercanda bahwa setelah 10 tahun dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, CPI Indonesia masih terjaga stabilitasnya.
“Walaupun indeks persepsi korupsi atau CPI kita meningkat dengan skor yang berubah dari 34 menjadi 37, namun tetap saja belum setinggi Timor Leste,” ujar Yunus.
“Zaman Presiden Jokowi sejak awal hingga akhir tidak mengalami kenaikan sedikitpun, selama 34 tahun atau 10 dekade, posisinya tetap tak berubah dan ini menunjukkan kestabilan baginya. Ternyata, yang diinginkan Pak Jokowi adalah stabilitas,” canda dia.
Fokuskan Perhatian pada Proses Mengisi formulir deklarasi uang tunai di Bandara Soekarno-Hatta
Yunus Husein juga menggarisbawahi ketidakhadiran pedoman untuk melengkapi formulir deklarasi uang tunai di Bandara Soekarno-Hatta, terutama untuk para penumpang yang berencana melakukan perjalanan internasional.
Yunus menyatakan bahwa biasanya para tamu mancanegara yang datang ke Indonesia harus melengkapi formulir deklarasi ketika mereka membawa sejumlah besar uang tunai.
Namun, hal serupa tidak diberlakukan bagi penumpang yang berangkat dari Indonesia ke luar negeri.
“Yang jadi masalah, kalau kita dari luar negeri datang ke Indonesia disuruh ngisi formulir declare. Tapi, kalau kita ke luar negeri di Cengkareng enggak dikasih formulir itu,” kata Yunus.
Dia memberikan contoh tentang insiden yang melibatkan tiga anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN), mereka ditangkap karena menggendong uang tunai melebihi Rp 100 juta ketika akan meninggalkan negara tersebut.
Menurut Yunus, mereka melakukan protes lantaran tak mendapatkan formulir deklarasi seperti yang semestinya.
“Dia mengeluh, mengapa tidak mendapatkan formulir deklarasinya? Seharusnya diberikan seperti di negara lain. Misalnya saat berada di Australia atau Amerika, kami menerima dan diminta untuk melengkapinya. Menurut ingatan saya di Cengkareng ini, hanya pada saat pendaftaran yang dibagikan,” jelasnya.
Yunus menggarisbawahi bahwa pemantauan atas aliran dana antar negara amat krusial guna mencegah aktivitas pencucian uang (money laundering).
Menurutnya, sejumlah dana dalam bentuk tunai yang diekspor ke luar negeri mungkin berasal dari jalur yang tidak sah.
“Kegiatan ini sangat vital mengingat bagian dari dana ilegal tersebut mampu melewati perbatasan negara-negara lain. Siapa tahu mereka melakukan aktivitas seperti perjudian di luar negeri dan capaian mereka tidak diketahui oleh kita. Tetangga-tetangga dekat kita, misalnya Singapura atau Malaysia, memiliki banyak tempat untuk kegiatan taruhan,” jelasnya.
Yunus juga menyoroti bahwa Indonesia sebelumnya memiliki seorang pejabat senior yang terlibat dalam skandal perjudian di luar negeri.
Maka dari itu, menurutnya, aturan pengungkapan harus lebih ketat dan dijalankan dengan adil.
“Sementara itu, dana tersebut sangat dibutuhkan di dalam negeri. Bisa jadi ini adalah uang hasil korupsi. Ingatlah bahwa mantan Gubernur kita pernah berjudi di negara tetangga,” ungkapnya.
DPR RI: Lebih Tajam daripada Berani
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menganggap bahwa Letnan Jenderal (Purn) Djaka Budi Utama mampu menjadikan Direktorat Jenderal Bea Cukai (Ditjen Bea Cukai) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) lebih tegas dan terhormati.
Politikus dari partai Golkar tersebut menganggap bahwa penetapan Djaka sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai di Kementerian Keuangan tidak perlu diperdebatkan lebih lanjut, sebab dia telah memasuki status pensiunan.
“Meskipun telah memasuki masa pensiun, Pak Djaka sudah tidak aktif, sebaiknya Bea Cukai menjadi lebih kuat lagi. Lebih berpengaruh, lebih tegas, dan lebih ditakuti,” jelas Adies ketika ditemui di gedung DPR RI pada hari Selasa, 27 Mei 2025.
Terpisah, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyatakan bahwa alasannya jabatan Direktur Jenderal Bea dan Cukai kini dipegang oleh Letnan Jendral TNI (Purn) Djaka Budi Utama adalah karena lembaga itu memerlukan seseorang dengan keberanian. Menurut Prasetyo, ada begitu banyak kasus pelanggaran yang terkait dengan penerimaan dari sektor bea dan cukai.
“Bea Cukai ini, sesuai dengan apa yang telah kami teliti, mengharuskan seseorang yang benar-benar berani. Di tempat tersebut, mau tidak mau, kita semua menyadari ada begitu banyak pelanggaran yang terjadi dan masuk lewat jalan bea cukai,” ujar Prasetyo di Istana Presiden Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Tokoh serta deskripsi Letnan Jenderal (Letjen) TNI Djaka Budi Utama
Jenderal Besar TNI Djaka Budi Utama dilahirkan pada tanggal 9 November 1967 di Jakarta.
Djaka Budi Utama adalah alumni SMA Negeri 39 Jakarta tahun 1986 serta Akmil di tahun 1990.
Dia berasal dari kesatuan Infanteri (Kopassus) yang dikenal sebagai mantan anggota Tim Mawar.
Letnan Jenderal Djaka Budi telah menjabat di beberapa posisi penting, termasuk sebagai Asisten Panglima TNI, Inspektur Jenderal dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan), serta Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN).
Berikut adalah jejak karir Letjen Djaka Budi dalam militer:
Anggota Tim Mawar (1997-1998)
Danyonif 115/Macan Lauser (2004-2007)
Dandim 0908/Bontang dan Remer 012/Teuku Umar (2016-2017)
Danpusintelad (2017-2018)
Waaspam Kasad (2018-2020)
Kasdam XII/Tanjungpura (2020-2021)
Deputi yang Bertanggung Jawab atas Koordianasi Politik Dalam Negeri di Kemenko Polhukam (2021-2023)
Pa Sahli Tingkat III Bidang Ekkudag Panglima TNI (2023)
Staf Spesial dari Panglima TNI (2023)
Pa Sahli Tingkat III Bidang Sosbudkum HAM serta Narkoba dari Panglima TNI (2023)
Asintel Panglima TNI (2023)
Irjen Kemhan RI (2024)
Sekretaris Utama Lembaga Inteligensia Negara (2024)
Pendidikan Militer:
Akademi Militer (1990)
Sessarcabif
Dik PARA
Komando
Diklapa I
Diklapa II
Seskoad
Susdanyon
Susdandim
Sesko TNI
Lemhannas RI
(*//Kompas.com)
Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News
Perhatikan pula data dan detail tambahan yang ada di
,
dan
dan
WA Channel
Berita viral lainnya di
Tribun Medan
Artikel ini dipublikasi di Kompas.com denganjudul “Letjen Djaka Menjadi Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Mantan Kepala PPATK Mengatakan: ‘Sosok yang Berani Diperlukan, Ada Banyak Tindakan Penyeludupan’”
https://nasional.kompas.com/read/2025/06/08/14115931/letjen-djaka-jadi-dirjen-bea-cukai-eks-kepala-ppatk-sosok-berani-dibutuhkan
.