- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
earthquakes, geology, natural disasters, news, seismologyearthquakes, geology, natural disasters, news, seismology - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
6
Di kesempatan ini, gunung berapi Tangkuban Parahu yang ada di Provinsi Jawa Barat menyita perhatian lagi.
Setelah pernah mengalami kenaikan kegiatan vulkanik dengan lebih dari 270 kali getaran bertipe Low-Frequency (LF) di awal bulan Juni tahun 2025, saat ini tingkat aktivasinya telah berkurang secara signifikan.
Meski kelihatannya sudah menenang, Gunung Tangkuban Parahu masih memiliki potensi untuk meletus kapan saja tanpa adanya peringatan atau gejala awal yang nyata.
Menurut Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, data pantauan gelombang seismik yang dicatat pada hari Sabtu, 7 Juni 2025, mengindikasikan terjadinya 12 kali guncangan dengan frekuensi rendah serta getaran berkelanjutan.
Amplitudo tertinggi yang tercatat berada dalam rentang 0,5 sampai 1 milimeter. Angka tersebut jelas di bawah tingkat kejadian pada tanggal 3 Juni, saat terdokumentasi sebanyak 270 gempa dengan frekuensi rendah.
Meskipun demikian, pengurangan frekuensi guncangan tersebut belum tentu menjamin keadaan yang benar-benar aman. Menurut Wafid, deteksi adanya getaran jenis LF serta fenomena tremor mengindikasikan ada perpindahan cairan dalam lapisan permukaan bawah Gunung Api.
Kegiatan ini mengindikasikan adanya dinamika vulkanik yang masih belum sepenuhnya tenang.
Selanjutnya, pemeriksaan visual di area kedua kaldera besar, yaitu Kaldera Ratu dan Kaldera Ecoma, mengungkapkan adanya uap putih yang naik setinggi 150 meter.
Kawah Ratu justru mengalami kegiatan yang lebih signifikan, khususnya berupa erupsi lumpur, area solfatara, serta fumarola dengan tingkat tekanan rendah sampai sedang.
Hasil pengamatan mengenai perubahan bentuk permukaan menggunakan teknik EDM dan GNSS pun memperlihatkan adanya pola pemuatan yang sedang berlanjut.
Polanya mengindikasikan ada tekanan di bawah permukaan yang masih perlu dilepaskan, sehingga memungkinkan terjadi ledakan freatik secara tiba-tiba.
Walaupun demikian, kegiatan Gunung Tangkuban Parahu tetap dikategorikan dalam Tingkat I atau status normal.
Meskipun begitu, kita masih perlu waspada karena letusan freatik—yang merupakan erupsi uap air campuran dengan material tanah dan batu—dapat terjadi tanpa adanya tanda-tanda awal yang nampak oleh mata.
Pada kasus ini, penduduk diminta agar jangan mendekati dasar kawah, menghindari zona yang sedang aktif, serta segera meninggalkan daerah tersebut apabila mencatat adanya perubahan seperti bertambahnya tekanan udara keluar atau tercium aroma gas yang menusukan hidung.
Walaupun konsentrasi gas-gas vulkanik seperti CO₂ dan SO₂ masih di bawah ambang batas aman, ancamannya tetap ada.
Kerjasama antara Badan Geologi, Pos Pantau yang ada di desa Cikole, bersama dengan BPBD setempat semakin diperkuat guna memastikan keselamatan warga maupun pelancong.
Pemerintah daerah diminta pula untuk mendistribusikan berita resmi agar dapat menghentikan penyebaran kabar-kabar bohong yang memicu kepanikan.
Gunung Tangkuban Parahu menampilkan riwayat kegiatan Vulkanis yang cukup lama dengan sembilan kawah aktif, dua dari mereka terletak di bagian atas gunung yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas.
Letusan freatik terakhir yang direkam terjadi pada tahun 2019, dan tren tersebut menjadi dasar utama untuk merancang strategi penanganan bencana letusannya selanjutnya. ***