- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
news, social media, technology, technology trends, whatsappnews, social media, technology, technology trends, whatsapp - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
11
Beredar pesan berantai di media sosial yang mengklaim bahwa fungsi panggilan suara pada WhatsApp bisa digunakan untuk meretas perangkat penggunanya. Pesan ini meminta para pemakai aplikasi tersebut untuk mencopot grup WhatsApp (WA) bila terdapat tanda garis-garis di pojok kanan atas, sebab hal itu dikatakan sebagai indikator adanya serangan dari peretas.
“Apabila saat ini terdapat pesan suara dalam grup yang meminta untuk bergabung, meskipun pengirimnya adalah salah satu anggota dengan nomor HP yang sudah terdaftar di grup, sebaiknya jangan diproses. Sebab bisa jadi orang tersebut adalah peretas. Mereka dapat menyedot saldo Anda atau melakukan penipuan peminjaman dana,” begitu tertulis pada rangkaian pesan tersebut.
Terdapat pula informasi alternatif yang menunjukkan bahwa para pengguna secara otomatis akan masuk ke dalam kelompok yang tidak dapat ditinggalkan ketika mereka meng-klik fungsi obrolan suara.
Merespon masalah tersebut, ahli keamanan digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menyampaikan penjelasan untuk memperbaiki informasi yang tersebar. Dia menjelaskan bahwa pernyataan tentang kemampuan fitur obrolan suara dalam menerobos telepon genggam serta menghisap data pemakai adalah keliru.
“Harus diingat bahwa simbol yang disebutkan dalam pesan berantai tersebut menandakan adanya fungsi obrolan suara di grup WhatsApp yang memiliki lebih dari 32 anggota. Fungsi ini sebenarnya baru saja diperkenalkan oleh WhatsApp, dan tidak mengindikasikan adanya aktivitas peretas,” terang Alfons dalam pernyataannya, Rabu (4/6).
Dia menyebutkan bahwa fungsi obrolan suara berbeda dari panggilan kelompok biasa. Fasilitas ini membolehkan pertukaran audio tanpa nada dering, serta dapat disertai oleh para anggota tim satu persatu. Akan tetapi, hal itu tak berkaitan dengan kegiatan pembobolan sistem.
“Pesan berantai semacam itu kerap bermunculan dan menyebarkan ketakutan, meskipun informasinya tak memiliki dasar yang kuat. Penjahat cyber tidak bisa ditentukan hanya melalui ikon di aplikasi WhatsApp. Biasanya peretasan disebabkan oleh kesalahan pemakaian individu sendiri, misalnya dengan memberitahu data rahasia mereka atau membuka link yang meragukan,” jelasnya.
Alfons menyarankan agar publik lebih teliti dan skeptis ketika menyampaikan berita yang ada di grup WhatsApp. Dia juga menggarisbawahi betapa vitalnya penggunaan opsi perlindungan ekstra seperti autentikasi dua faktor, menjaga kerahasiaan kode one-time password (OTP), serta menghindari pemasangan program dari jalur tak sah.
“Bila menerima permintaan aneh seperti meminjam uang, mengisi formulir, atau link yang tak pasti, lebih baik konfirmasikan secara langsung dengan pihak terkait lewat saluran alternatif,” imbuhnya.
WhatsApp sampai saat ini belum memberikan klarifikasi resmi tentang berita palsu yang berkembang, tetapi sebelumnya pihak perusahaan sudah menegaskan bahwa seluruh percakapan, termasuk panggilan suara, dienkripsi dari ujung ke ujung guna menjaga kerahasiaan data para penggunanya.