Fosil Manusia Purba 140 Ribu Tahun Ditemukan di Selat Madura: Bukti Pertama Kehidupan Benua Yang Tenggelam

Fosil Manusia Purba 140 Ribu Tahun Ditemukan di Selat Madura: Bukti Pertama Kehidupan Benua Yang Tenggelam


Temuan fosil


Homo erectus


Dan berbagai jenis hewan bers tulang belakang lainnya di Selat Madura dinyatakan sebagai penemuan arkeologis pertama di Laut Jawa, sementara itu juga membuktikan adanya peradaban pada benua yang telah tenggelam, yaitu Sundaland.

Temuan dari studi yang dirilis akhir Mei kemarin
menyingkapkan 1.212 fosil yang ditemukan di Selat Madura terdiri dari fosil Homo erectus serta 36 jenis hewan berskelet tulang-belakang lainnya.

Terdapat 6.372 fosil yang di temukan oleh para peneliti mulai tahun 2015 dan memerlukan kurang lebih satu dekade sampai studi tersebut akhirnya dirilis ke publik.

Penemuan tersebut tidak terduga dan bermula dari sebuah proyek reklamasi pulau di perairan Gresik, Jawa Timur, dengan tujuan untuk mengembangkan dermaga.

Pengerukan di area laut bagian utara Pelabuhan Tanjung Perak—di antara Pulau Jawa dan Pulau Madura—dilakukan mulai tahun 2014-2015 hingga kedaliman mencapai 20 sampai 50 meter.

Tak seorang pun menduga bahwa lima juta meter kubik pasir yang diambil untuk menciptakan tanah baru tersebut ternyata menimbun beragam fosil vertebrata.

Menurut teori serta hasil-hasil penelitian terbaru, ilmuwan menduga bahwa perairan bawah laut di wilayah Indonesia mungkin menyimpan harta karun sejarah yang berlimpah.

‘Inilah tepatnya seperti fosil Homo praasejarawan dari Belanda.’

Sisa-sisa kehidupan prasejarah yang tersebar di area berpasir pertamakali diketemukan oleh Harold Berghuis—a.k.a konsultan geologi sekaligus pelajar doctoral di Jurusan Arkeologi Universitas Leiden—pada tahun 2015.

Selain berperan sebagai pakar di sebuah perusahaan yang terkait dengan aktivitas reklamasi, ia juga merupakan anggota tim penelitian.

Pada saat tersebut, area seluas 100 hektare telah diselesaikan pembentukannya dan kini dalam proses pengeringan.

Harold mengkoleksi fosil-fosil itu secara bertahap, berbekal ketelitian dirinya sendiri dan tidak memakai alat penggali sama sekali.

Menggunakan ilmu pengetahuan, keterampilan, serta pengalamannya, dia merasa temuannya sangat berarti.

Setelah tiga bulan mencari, ia mengantarkan fosil tersebut kepada Museum Geologi di Bandung, Jawa Barat, guna diperiksa lebih lanjut.

Sebelum konstruksi dermaga selesai, Harold menentukan untuk meneruskan penelitian di wilayah yang mencakup 100 hektar tersebut pada tahun 2016.

Tidak seperti pencarian-pencarian sebelumnya, pada kesempatan ini ia menggunakan proyek-proyek penggalian sebagai cara untuk menemukan fosil-fosil yang kemungkinan besar terkubur di kedalaman yang lebih tinggi.

Di bulan September tahun 2018, Harold akhirnya mendapati apa yang selama ini diinginkannya, yakni tulang-belulang dari seorang prasejarah.

“Di lapangan, saya melihat dan mengambilnya. Itu mirip dengan fosil manusia prasejarah tunggal yang ada di Belanda, yaitu bagian depan sebelah kanan, tepat di atas mata. Manusia tersebut harusnya adalah demikian,” batinnya saat itu.

Harold segera memeriksa datanya sendiri untuk mengkaji apakah hasil penemuannya sesuai dengan frustum hominid prasejarah dari Belanda.

Setelah diteliti lebih lanjut, dia menemukan bahwa hasil perbandingan itu berasal dari sisa-sisa manusia prasejarah, terutama bagian depan atau sepotong tulang dahi.
Homo erectus.

Di samping fragment frontal, Harold juga mengidentifikasi bagian dari fragmen parietal.
Homo erectus
, yang merujuk ke bagian atas pelipis kepala di sisi kanan atau kiri.

Bagian fragmen ini sebetulnya ia temukan pada tahun 2015, namun saat itu dirinya tak menyadari hal tersebut. Baru kemudian teridentifikasi ketika fosil tersebut dikirm dan diteliti di Museum Geologi Bandung.

Fosil-fosil
Homo erectus
Ini diprediksi berasal dari sekitar 140.000 tahun yang lalu.

Menurut Harold, hingga saat ini telah ditemukan empat fosil manusia purba di dasar lautan, yaitu beberapa fragmenten.
Neanderthal
Dari Laut Utara di Belanda, fosil rahang gigi tersebut.
Denisova
Dari Selat Taiwan, serta dua bagian tersebut
Homo erectus
dari Selat Madura.

Membuka wawasan baru

Sejauh ini, para peneliti telah mengartikan
Homo erectus
Hidup terpencil di dataran tinggi Pulau Jawa berdasarkan penemuan fosil yang ada di Sangiran, Trinil, dan Ngandong, Jawa Tengah.

Tapi, temuan dua fragmen
Homo erectus
Di Selat Madura ini maknanya berubah.

Harold bersama timnya menarik kesimpulan bahwa fosil-fosil yang mereka temukan menunjukkan adanya hal tersebut.
Homo erectus
bukan hanya menduduki daerah dataran tinggi di Jawa Tengah, tetapi juga merata hingga ke area dataran rendah yang ada disekitarnya.

Pada masa tersebut, kebanyakan bagian bumi ditutupi oleh lapisan es dan permukaan laut berada pada posisi paling rendah. Area perairan yang saat ini disebut Laut Jawa masih belum ada.

Homo erectus
kesempatan menjelajahi dari ketinggian di Jawa Tengah hingga ke area lebih rendah di Jawa Timur, dengan melalui tepi sungai yang luas tersebut.

Dalam studinya, Harold bersama para peneliti lainnya mengungkapkan hal ini.
Homo erectus
Mengkonsumsi kerang, ikan, buah, dan kacangan selama petualangan mereka.

Temuan ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan
Homo erectus
mengumpulkan kerang sungai.

Ketika sampai di dataran rendah, menurut Harold dan rekan-rekannya menduga
Homo erectus
berburu hewan-hewan tertentu.

Mereka tak sekadar memakan daging binatang-binatang tersebut, tetapi juga menikmati sumsumnya.

Bukti tersebut diperoleh melalui penemuan fragmen tulang kura-kura, pecahan tulang kerbau, serta gigi binatang bertaring dan pengunyah rumput.
(Bovidae)
, sepeti banteng dan lembu pra-sejarah, di Selat Madura.

Harold mengatakan bahwa gaya hidup semacam itu tidak pernah dialami sebelumnya oleh dirinya.
Homo erectus
di Jawa.

Karena, tindakan berburu semacam itu sering kali ditemui di kalangan masyarakat manusia purba yang lebih maju dari China.

Kemungkinan itu adalah bukti kecil adanya pertukaran budaya dan juga percampuran genetik yang terjadi di antara kelompok-kelompok tersebut.
Hominidae
Di China maupun di Jawa,” kata Harold.

Memang ini adalah kesimpulan yang baru. Kami belum pernah menerima informasi seperti ini dari Jawa sebelumnya.

Penemuan pertama di perairan Jawa

Selain
Homo erectus
Dan hewan-hewan yang ditargetkan tersebut, penelitian ini juga mengungkap fosil-fosil hewan berotot yang tinggal di daratan, Sungai, dan delta, membentuk pemandangan Sundaland yang telah terendam.

Di antaranya, ada macan tutul (
Panthera pardus
), badak Jawa (
Rhinoceros sondaicus
), kuda nil (
Hexaprotodon sivajavanicus
), gajah purba (
Stegodon trigonocepohalus
), babi purba (
Sus brachygnathus
seperti yang terdapat pula di Sangiran, hingga komodo (
Varanus komodoensis
).

Hewan-hewannya diduga tinggal di sabana, yaitu area padang rumput yang umumnya terletak di gurun dan sangat luas.

Di samping itu, terdapat pula fosil ikan hiu sungai (
Glyphis gangeticus
ikan pari air tawar besar raksasa (
Urogymnus polylepis
), dan buaya Siam (
Crocodylus siamensis
) menunjukkan adanya kehidupan di Sungai-Sungai Besar.

Oleh karena itu, temuan ini merupakan penemuan arkeologi pertama yang bertaraf
Homo erectus
Dan fosil fauna lainnya berasal dari Laut Jawa yang dahulunya merupakan ekspansi daratan Sunda yang dikenal sebagai Sundaland,” jelas Shinatria Adhityatama, seorang arkeolog maritim dari Universitas Griffith yang turut serta dalam penelitian tersebut.

Sundaland atau dataran Sunda merupakan wilayah yang luas meliputi Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali, dan sejumlah negeri di Asia Tenggara lainnya.

Daerah ini berada di zaman Pleistosen kira-kira 30.000 tahun yang lalu, saat banyak bagian bumi ditutupi es dan tingkat air laut mencapai posisi paling rendahnya.

Di masa tersebut, Sundaland adalah sebuah savana yang luas dengan adanya sungainya yang besar-besar.

Lokasi di mana fosil-fosil tersebut ditemukan diduga erat kaitannya dengan lapisan pasir di dasar lembah Sungai Bengawan Solo.

Di masa Pleistosen terakhir, peleburan es yang membekap Bumi mengakibatkan kenaikan tingkat lautan dunia secara keseluruhan dan membanjiri bagian dari daerah Sundaland.

Bagian dari Sundaland yang terletak di wilayah Indonesia saat ini telah menjadi Laut Jawa dan Laut Natuna.

Di sisi lain, sebagian dari savana Sundaland masih bisa diamati di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur, berdasarkan Shinatria.

Berdasarkan teori-teori sebelumnya serta hasil-hasil penemuan baru-baru ini, para ilmuwan mencurigai bahwa perairan dasar di wilayah Indonesia mungkin menutupi harta karun arkeologis yang belum ditemukan dengan jumlah yang lebih besar.

Maka potensi arkeologi bawah air Indonesia bukan hanya terkait dengan kapal-kapal tenggelam, tetapi juga keberadaan kehidupan prasejarah di perairan kita. Bukti dari hal tersebut telah ditemukan.

“Harapannya di masa mendatang akan ada penelitian atau eksplorasi berkelanjutan yang lebih sistematis untuk mengungkap dengan jelas tentang kehidupan prasejarah di dataran Sunda ini,” kata Shinatria.

Penemuan yang signifikan dan tidak terduga tersebut memacunya untuk menyarankan bahwa pemerintah serta lembaga lain sebaiknya lebih banyak mencakup ahli arkeologi pada setiap proyek konstruksi.

Karena, jika penelitian dilaksanakan sendirian dengan tujuan mencari artefak arkeologis di dasar laut, menurut Shinatria, kosnya akan sangat tinggi.

“Tetapi tidak berarti bahwa kita tidak dapat melakukannya dengan biaya rendah pula. Kolaborasi sangatlah penting di sini,” tandasnya.

Kita tidak dapat mengisolasi diri, apalagi para peneliti, kita seolah-olah telah menjadi bagian dari hal tersebut.
borderless
.”

“Kami membawa nama negeri kami masing-masing, namun untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kami merupakan warga global,” ujar Shinatria.

Ia menyebutkan bahwa beberapa negara di Eropa, Australia, serta Singapura telah mengikutsertakan ahli arkeologi dalam berbagai proyek konstruksi mereka.

Di berbagai negara, arkeolog dianggap sebagai pihak yang dapat “melestarikan jati diri suatu bangsa”.

Seberapa jauhkah partisipasi para ahli di Indonesia?

Di Indonesia, biasanya arkeolog dilibatkan dalam proyek pembangunan yang bersinggungan dengan situs cagar budaya.

Mereka menjadi bagian dalam tim ahli cagar budaya yang melakukan pertimbangan dan penilaian untuk melindugi cagar budaya dari dampak pembangunan.

Kendati begitu, kata Shinatria, arkeolog belum dilibatkan dalam proyek-proyek pembangunan.

Badan Geologi Kementerian ESDM adalah badan yang bertanggung jawab dalam fosil temuan ini di Selat Madura ini.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid Agung Novianto, mengatakan pihaknya akan merekomendasikan pengamanan setiap fosil atau jejak kehidupan yang ditemukan dalam kegiatan apa pun, khususnya pertambangan, jika berguna bagi rekonstruksi sejarah Indonesia.

Selanjutnya, Wafid menyebut bahwa mereka juga akan mendorong penyusunan peraturan yang mendukung penemuan-penemuan arkeologi di masa depan.

“Anda tahu bagaimana kalau di acara non-geologis tersebut menemukan hal-hal terkait geologi? Kami dapat mengusulkan agar hal ini dimasukkan dalam aturan,” jelas Wahid.

Menurutnya, temuan fosil di Selat Madura kali ini sangat penting, tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi kemajuan ilmu pengetahuan secara global.

Oleh karena itu, penemuan ini dapat “dihubungkan dengan fosil lainnya”, yang pada akhirnya mungkin akan membuka jendela untuk memahami rantai kehidupan di zaman dahulu.

Pada saat ini, terdapat 6.372 fosil yang telah ditemukan di Selat Madura dan kini disimpan di Museum Geologi Bandung.

Temuan dari studi yang dilakukan oleh Harold dan timnya dipublikasikan di jurnal tersebut.
Quaternary Environments and Humans
pada sejumlah artikel di akhir Mei.

Salah satunya berjudul:
Homo erectus dari Laut Madura yang berasal dari zaman Madya Pleistosen Terlambat, fosil hominin pertama dari Sundaland terendam.
.

Terdapat masih sekitar 5.160 fosil yang belum dapat diidentifikasi dengan jelas mengenai jenis, genus, atau spesiesnya.

Harold dan kelompoknya meminta bantuan para peneliti lain untuk bergabung dalam kontribusinya karena diperkirakan masih terdapat jenis spesies yang belum diketahui.

Badan Geologi juga akan melibatkan peneliti-peneliti lainnya untuk melakukan identifikasi lebih lanjut.

“Kalau semuanya sudah selesai, kita bisa mengidentifikasi semua, baru kita bisa bicara masalah ekspos,” kata Wafid ketika ditanya kapan temuan arkeologi ini akan dipamerkan di Museum Geologi.

Wartawan Dicky Nawazaki di Bandung berkontribusi pada liputan ini.

  • Kehidupan di Bumi diprediksi jauh lebih tua dari perkiraan sebelumnya
  • Arkeolog ungkap kasus pertama down syndrome pada Neanderthal
  • Seperti apa kehidupan anak kecil pada masa prasejarah?
  • Luka bekas gigitan di rangkaian pakaian gladiator menunjukkan adanya perkelahannya dengan singa.
  • Manusia berisiko pupus jika tak melakukan perkawinan silang dengan manusia purba Neanderthal.
  • Belanda mengembalikan puluhan artefak sejarah dari Bali dan Lombok – ‘Jika Indonesia tak mampu memanfaatkannya, lebih baik tetap di Belanda’
  • Cerita tentang sebuah keluarga yang turun-temurun menjaga candi Buddha terbesar di planet ini – ‘Saya lahir guna memelihara Borobudur.’
  • Cerita tentang Batu Minto, prasasti bersejarah asal Malang yang bersandar di pekarangan bangsawan Inggris.
  • Korps pendaki bercetak dari 5.000 tahun silam serta wanita berkacamata unik – Ceritera-ceritera yang muncul ketika glasier meleleh

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *