- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
european football, football clubs, soccer, sports, uefa champions leagueeuropean football, football clubs, soccer, sports, uefa champions league - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
3
PR JATIM –
Paris Saint-Germain (PSG) pada akhirnya menanjak hingga puncak kesuksesan Eropa usai memperoleh trofi Liga Champions UEFA perdana mereka. Ini terwujud berkat kemenangan telak sebesar 5-0 atas Inter Milan dalam laga pamungkas yang dilangsungkan di Allianz Arena, Munich.
Di belakang kemenangan bersejarah tersebut terdapat narasi panjang mengenai daya dukung finansial serta visi dunia yang telah disematkan oleh sang pemilik tim, yakni Tamim bin Hamad Al Thani, Emir dari Qatar, lewat perusahaan investasinya bernama Qatar Sports Investments (QSI).
Pada tahun 2011, QSI mengambil alih PSG dan sejak saat itu merombak tampilan tim asal Paris ini hingga bertransformasi menjadi salah satu raksasa di kancah sepak bola global. Melalui investasi yang signifikan, PSG berhasil menarik para pesepakbola bintang, menyusun fasilitas terkini, serta meningkatkan jejak merek mereka di skala internasional. Pertandingan final Liga Champions 2025 mencapai puncak usaha jangka panjang tersebut.
Dengan tim yang dipenuhi pemain berbakat seperti Ousmane Dembélé, Khvicha Kvaratskhelia, sampai penjaga gawang Gianluigi Donnarumma, PSG tidak sekadar memenangkan pertandingan – mereka menguasainya.
Kekalahan dengan skor 5-0 melawan Inter Milan menggambarkan perbedaan tingkatan kemampuan serta ketajaman dalam tim yang telah terbentuk berkat suntikan dana cerdas dari Qatar.
Pencapaian ini semakin mengokohkan status PSG sebagai simbol dari kekuatan lunak Qatar di pentas olahraga internasional. Selain bertindak sebagai tim sepak bola, PSG berperan sebagai instrumen diplomatik untuk urusan budaya dan ekonomi, menyebarkan imej yang baik tentang negeri Teluk itu di kancah global.
Setiap tahunnya, PSG sering kali disalahkan atas predikat “klub instan” lantaran bergantung pada kekuatan finansial dalam meraih kesuksesan. Akan tetapi, performa mereka di partai puncak di Munich telah menyegel kritikan tersebut. Dengan panduan Luis Enrique, skuad ini mencerminkan gaya permainan yang solid serta strategi taktikal, bukan hanya menjadi sebuah tim dengan pemain-pemain top semata.
Saat ini, PSG tidak hanya dikenal sebagai “tim berduit tanpa trofi Liga Champions”. Mereka sudah resmi menggenggam status tim terbaik di Benua Biru – capaian tertinggi dari projek ambisi yang dirintis lebih dari sepuluh tahun silam oleh emir Qatar tersebut.
Pertandingan final ini bukan hanya tentang kemenangan dalam bidang olahraga, tetapi juga merupakan pengakuan atas berbagai aspek seperti visi bisnis, politik, dan budaya yang ada di belakang kepemilikan tim tersebut.
Bagi mereka yang masih ragu tentang kemampuan uang untuk membawa keberhasilan, PSG baru-baru ini telah menunjukkan jawabannya secara sangat meyakinkan pada malam di Munich. ***