- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
government, news, politics, politics and government, public policygovernment, news, politics, politics and government, public policy - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
4
Mataram, NTB
– DPD IMM Provinsi NTB mengungkapkan keprihatinannya terhadap tindakan Polres Kabupaten Bima yang dianggapnya terlalu cepat mendakwahkan enam mahasiswa menjadi tersangka setelah mereka melakukan protes untuk mendorong pemekaran Pulau Sumbawa.
Pemimpin Utama DPD IMM NTB, Mahmud, menyatakan bahwa kebijakan Kapolres Bima itu sangat Terburu-buru dan kurang mempertimbangkan sifat keseimbangan serta Asas-asas HAM.
“Di dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi, hak untuk mengemukakan pandangan dilindungi oleh undang-undang dasar, yaitu Pasal 28E ayat (3) dari Undang-Undang Dasar 1945 dan juga dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kebebasan Mengutarakan Pendapat kepada Publik. Ini berarti bahwa demonstrasi merupakan suatu hak, tidak semata-mata sebagai pelanggaran hukum,” jelas Mahmud dengan tegas.
Menurut dia, permintaan untuk mendirikan Provinsi Pulau Sumbawa tidak berasal dari sekelompok kecil orang saja, tetapi mencerminkan harapan banyak warga di setiap kabupaten/kota di Pulau Sumbawa. Karena alasan tersebut, dia menggarisbawahi betapa pentingnya sikap hati-hati serta profesionalisme dalam penanganannya oleh aparat polisi.
Mahmud juga menggarisbawahi pentingnya menjaga keseimbangan di antara hak-hak sipil dan keamanan publik, yang disebut dengan kontrol dan keseimbangan dalam pelaksanaan, agar menjadi panduan bagi semua tindakan lembaga penegak hukum.
Sayangnya, dia menganggap bahwa tindakan Polres Bima malah berlawanan arah dengan jiwa dari Semangat Presisi Polri yang dicanangkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Pencopotan status sebagai saksi dalam kasus tersebut tanpa mengikuti prosedur yang tepat, tidak ada bantuan hukum, dan tanpa memberi informasi kepada keluarga merupakan pelanggaran formal dan bertentangan dengan pasal 184 KUHAP,” katanya lebih lanjut.
Dia menyatakan bahwa tindakan itu penuh dengan nuansa politik yang bertujuan untuk membatalkan pemikiran kritis mahasiswa serta mencegah pergerakan rakyat.
DPD IMM NTB beserta aliansi Cipayung Plus yang melibatkan organisasi seperti IMM, HMI, KAMMI, GMNI, dan PMII meminta Kejaksaan Negeri Raba Bima melakukan evaluasi atas surat penetapan tersangka bagi keenam mahasiswa itu.
“Apabila tahanan atas keenam mahasiswa tersebut tetap dilanjutkan paksa, maka kami bersiap menyelenggarakan pengadilan rakyat guna menuntut lembaga peradilan yang sudah meredupkan suara rakyat,” tandas Mahmud.