Dampak Stres Psikologis Cuaca Ekstrem pada Kekebalan Tubuh

Dampak Stres Psikologis Cuaca Ekstrem pada Kekebalan Tubuh

Efek Stres Psikologis Karena Iklim Ekstrim pada Kekebalan Tubuh

Oleh: Julianda BM

Kini panas tidak hanya berupa keadaan iklim saja. Ini sudah berkembang menjadi beban rutinitas yang perlahan-lahan merosotkan daya tahan fisik dan sosial kita. Di luar sana, manusia cenderung lebih cepat marah. Sedangkan di dalam rumah, istirahat jadi terganggu walaupun pendingin udara hidup sepanjang malam. Termasuk juga di tempat pendidikan atau pekerjaan, efisiensi kerja kelihatannya memburuk, tak cuma disebabkan oleh tingginya temperatur, tetapi juga dampaknya pada pemikiran serta perasaan kita yang tampak seperti mendidih pula.

Gelombang panas atau fenomena heatwave yang melanda sejumlah daerah di Indonesia dalam beberapa bulan belakangan ini tidak hanya menghadirkan dampak fisiologis, namun juga tekanan mental yang masih kurang dipahami oleh masyarakat.

Disinilah kita harus memandang kondisi iklim ekstrim dengan perspektif yang lebih luas: tidak sekadar sebagai masalah lingkungan, namun juga sebagai pemeriksa kebugaran jiwa dan kemampuan bertahan hidup komunitas.

Saat Temperatur Tinggi Berdampak pada Perasaan

Temuan dari American Psychological Association (APA) mengindikasikan bahwa kondisi cuaca sangat panas bisa menambah tingkat frustasi, amarah, serta tekanan emosional seseorang. Sebuah riset penting yang dirilis oleh Craig A. Anderson pada tahun 2001 menjelaskan adanya hubungan erat antara pertambahan temperatur lingkungan dengan bertambahnya perilaku agresif dan tindakan kekerasan. Konsep ini populer disebut sebagai teori penghasutan akibat panas—di mana suhu berpengaruh terhadap dorongan instingtual dan manajemen emosi manusia.

Masyarakat mungkin telah mengalaminya sendiri namun tidak sadar akan hubungannya. Pada hari yang panas terik di kota, kebisingan di pasar bertambah keras, para pemotor cenderung lebih cepat marah, dan konflik dalam keluarga pun naik akibat perkara-perkara ringan saja. Segala sesuatunya tampaknya memburuk bersama-sama dengan peningkatan temperatur udara.

Selain itu, suhu udara juga memiliki dampak terhadap mutu tidur. Menurut catatan dari National Sleep Foundation, ruangan dengan temperatur yang tinggi bisa mengurangi lama serta intensitas fase tidur. Sedangkan tidur merupakan proses penting bagi tubuh dalam meregenerasi sistem pertahanan alaminya dan meredakan tekanan emosional. Kekurangan waktu istirahat malah dapat menyebabkan rasa lelah, meningkatkan kadar stres, bahkan munculnya tanda-tanda gangguan mood seperti depresi rendah.

Respon Tubuh Terhadap Suhu Sebagai Stresor Lingkungan

Dari sudut pandang biologi, fenomena seperti iklim yang ekstrem dihitung sebagai salah satu jenis stresor lingkungan. Ketika badan manusia berhadapan dengan kepanasan, itu akan menyebabkan rangsangan pada sistem saraf simpatis, sehingga mendorong pengeluaran dari hormon stres primer yaitu kortisol. Meskipun kortisol sangat dibutuhkan secara singkat agar tubuh bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang tidak nyaman tersebut. Akan tetapi, apabila tingkatnya naik tanpa henti, hal ini malah dapat melemahkan daya tahan tubuh, mempercepat proses peradaran, serta gangguin kerja metabolisme dalam tubuh.

Sumbu HPA (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis), yaitu sistem pengatur stres dalam tubuh, mengalami tekanan terus-menerus saat seseorang berada di lingkungan panas tanpa perlindungan yang cukup. Akibatnya, tubuh lebih mudah terserang penyakit ringan seperti flu, hingga rentan terhadap kondisi kronis seperti hipertensi, diabetes, bahkan gangguan autoimun.

Di negeri beriklim tropis seperti Indonesia, hal ini merupakan masalah serius. Gelombang panas bukan cuma berkaitan dengan risiko terbakarnya kulit atau kekurangan cairan dalam tubuh, melainkan juga secara bertahap merusak ketahanan fisik penduduk setempat hingga menyebabkannya mengalami tekanan sistematik.

Hangat dan Kesenjangan Sosial yang Dirasakan

Sebaliknya, bukan berarti setiap individu mempunyai kesempatan serupa dalam menanggulangi kepanasan. Untuk sebagian orang yang bernaung di balik dinding-dinding gedung besarnya dan didingin- Dinginkan oleh pendingin udara, dampak dari cuaca terik ini mungkin cuma menjadi halangan ringan. Namun, bagi sekumpulan penduduk perkotaan padat yang merantau di perumahan sempit tak bertabiat baik, keadaan panas ini bisa menjelma sebagai penderitaan rutinitas sehari-hari.

Menurut laporan Peta Pulau Panas Kota yang disusun oleh NASA dan UN-Habitat pada tahun 2022, area permukiman padat dengan sedikit tanaman bisa mencapai suhu 5 sampai 7 derajat Celsius lebih hangat daripada lingkungan di sekelilingnya. Ini berarti bahwa kelompok kurang mampu mengalami ‘panas dalam kepanasan’. Selain risiko dehidrasi yang meningkat, mereka juga harus menanggung beban mental tambahan karena keterbatasan lahan dan fasilitas.

Efeknya terlihat dengan jelas: pertikaian di jalanan, peningkatan tingkat kekerasan di lingkungan keluarga, siswa kesulitan berkonsentrasi belajar, sampai kenaikan kasus kriminal ketika suhu mencapai puncak kemarahan. Ini semua merupakan wujud emosi bersama yang belum terselesaikan, bermula dari fisik yang letih dan pikiran yang sudah muak.

Taktik Psikologi Menyongsong Iklim Ektrem

Apabila panas suhu tinggi tak dapat dicegah, kita sendiri lah yang mesti menyesuaikan diri. Di samping memastikan kecukupan cairan dan gizi, penting pula untuk meningkatkan ketahanan mental sehingga sistem pertahanan tubuh tetap efektif meski dalam kondisi iklim ekstrem.

Pertama, lakukan latihan kesadaran diri serta teknik relaksasi.

Mindfulness telah dibuktikan melalui penelitian ilmiah untuk mengurangi tingkat kortisol serta memperbaiki keseimbangan hormon dalam tubuh. Menurut sebuah riset yang dipublikasikan oleh Creswell dkk. pada tahun 2014, melakukan meditasi selama 15 menit setiap harinya bisa membantu meredakan tekanan darah dan juga meningkatkan suasana hati dengan lebih baik. Metode-metode dasar seperti teknik bernapas 4-7-8 ataupun pemeriksaan fisik berfokus badan dapat menjadi alternatif praktis yang bisa dicoba di lingkungan rumah Anda sendiri.

Kedua, nutrisi seimbang untuk menstabilkan suasana hati

Nutrisi tidak hanya berkaitan dengan rasa kenyang, melainkan juga memiliki dampak signifikan terhadap keseimbangan emosi. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan magnesium seperti bayam dan pisang, vitamin B kompleks seperti telur dan kacang-kacangan, serta asupan omega-3 dari ikan laut dalam dapat sangat membantu dalam pengaturan hormon stres.

Hidrasi merupakan hal yang amat vital. Menurut sebuah penelitian dalam jurnal The Journal of Nutrition pada tahun 2012, bahkan dehidrasi rendah pun bisa mengakibatkan penurunan fokus dan bertambahnya sifat mudah tersulut emosi. Oleh karena itu, pastikan untuk meminum jumlah air yang cukup dan cegahlah pengonsumsian berlebih dari kafein ataupun minuman manis ketika cuaca sedang panas atau dingin secara ekstrim.

Ketiga, Memelihara Hubungan Sosial

Hubungan interpersonal merupakan penenang bawaan bagi perasaan kita. Berdasarkan studi oleh Harvard Health pada tahun 2018, pertukaran sosial yang baik bisa mengurangi tekanan serta mempertinggi harapan hidup.

Maka dari itu, jangan ragu untuk bersosialisasi dengan tetangga, saling meminjam kipas angin, atau mengundang keluarga bertemu hanya untuk ngobrol santai. Hal tersebut tidaklah remeh. Malah di cuaca yang terik begini, menunjukkan rasa empati merupakan tindakan bantuan awal.

Waktunya Menganggap Panas Sebagai Masalah Kesehatan Masyarakat

Ketentuan mengatasi iklim ekstrim di Indonesia sampai saat ini lebih berfokus pada sisi teknikal seperti pencegahan kebakaran hutan, pengawasan temperatur, dan persiapan pasokan air. Akan tetapi, sangatlah langka untuk menemukan regulasi yang mencermati efek psikologis dari periode panas terhadap penduduk setempat.

Beberapa negara berkembang telah menerapkan tindakan preventif. Misalnya, di Jepang, pusat-pusat perkotaan menyediakan “ruangan pendingin”: area umum berteknologi tinggi yang bisa digunakan secara cuma-cuma bagi orang tua dan individu yang lebih rentan terhadap panas. Sedangkan di Prancis, diterapkannya Sistem Alarm Panas Bersama dengan Layanan Dukungan Psicososial serta Edukasi Publik lewat saluran massmedia.

Belum ada keterlambatan bagi Indonesia. Pihak pemerintah di daerah dapat mengawali langkah mereka dengan mendirikan area-area publik yang teduh seperti perpustakaan, gedung kelurahan, atau musholla ber-AC, lalu merubahnya jadi zona pemulihan dari panas. Klinik kesehatan masyarakat juga bisa dipergunakan sebagai sarana pendidikan serta penapisan dampak stres karena suhu udara tinggi. Penyesuaian iklim mestinya mencakup aspek kejiwaan dan interaksi sosial selain pembangunan fisik saja.

Kesimpulan: Kebugaran Jasmani Bermula dari Jiwa yang Tenang

Mungkin panas bakal semakin sering terjadi dengan intensitas yang meningkat, dan hal ini tak dapat dikontrol. Akan tetapi, kita punya kendali atas bagaimana diri kita bereaksi terhadapnya. Kebugaran sebenarnya bukan cuma tentang memiliki stamina jasmani saja, melainkan juga ketenangan mental, stabilitas emosional, serta dukungan dari lingkungan sosial di sekitar kita.

Dalam situasi suhu yang ekstrem, kami mempelajari bagaimana caranya agar tidak cepat marah, enggan mencari kambing hitam, serta selalu bersalaman. Sebab sebenarnya, daya tahan tertinggi melawan kondisi iklim ini tak cuma bergantung pada pendingin ruangan, minuman es, ataupun kipas listrik, namun juga pada kapabilitas manusia untuk tetap tenang, perduli satu sama lain, dan menerima perubahan dengan lapang dada.

Bila cuaca diluar terlalu panas, mudah-mudahan hati kita selalu dingin.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *