, BANJARNEGARA – Kehadiran Babad Gripit yang sudah diterjemahan dan dirilis oleh Nassirun Purwokartun bisa jadi titik awal untuk menganalisis sejarah Kabupaten Banjarnegara.
Hal ini dikemukakan oleh Nassirun dalam acara analisis sejarah “Babad Gripit” yang diselenggarakan oleh Dinas Arsip dan Perpustakaan (Disarpus) Kabupaten Banjarnegara, Selasa (27/5/2025), di ruang Aula Niscala milik Disarpus Banjarnegara.
Pada acara yang menarik lebih dari 60 orang tersebut, Nassirun menjelaskan langkah-langkah kreatifnya dalam mengembangkan dan menerbitkan Babad Gripit sebagai sebuah buku.
Babad Gripit sebetulnya hanyalah satu bagian dari keempat seri Babad Gripit. Ada tiga seri lagi yang tetap menjadi tanggung jawab warga Banjarnegara.
Lebih lanjut, terdapat pula naskah Babad Dipayudhan yang menceritakan mengenai sejarah Banjarnegara,” papar Nassirun.
Dia merasakan kekaguman besar terhadap cerita dalam Babad Gripit karena menceritakan tentang ketiganya sebagai penyebar agama Islam di Banjarnegara yang melaksanakan perjalanan panjang dari Gresik, Jawa Timur.
Saya menghitung bahwa perjalanan Sunan Giri Wasiyat, Sunan Gripit, dan Nyi Sekati melebihi 500 kilometer sebelum mencapai wilayah tujuan terakhir mereka.
Hasil kerja dakwah mereka terlihat saat ini, dimana awalnya mayoritas penduduk Banjarnegara pastinya beragama Hindu, namun kini mayoritas menjadi Islam,” tambah Nassirun.
Para pembicara pada diskusi tentang buku ekspektus Bupati Banjarnegara, Syamsudin, menyingkap berbagai aspek mulia yang ada di dalam naskah tradisional Gripit.
Narasumber lainnya adalah Kepala Desa Gripit Sugeng, seorang keturunan ke-13 dari Sunan Gripit, yang mengharapkan agar Babad Gripit tetap dipelihara dan dijaga.
Situs pemakaman Sunan Gripit juga tetap buka bagi siapa saja yang ingin berziarah atau mempelajari sejarahnya.
Bupati Amalia Desiana yang menyampaikan sambutannya lewat Kepala Disarpus Banjarnegara Arief Rahman berharap agar acara bedah Babad Gripit tidak sekadar menjadi pembacaan kembali sejarah tetapi juga mengeksplorasi makna dari zaman dahulu.
“Arisan bersama antara masyarakat, para sejarawan serta pihak berwenang diperlukan guna memelihara warisan sejarah. Sebab, masa silam menjadi cermin yang esensial dalam merencanakan langkah ke depan,” papar Arief.