- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, economics, finance news, investing business news, investing economybusiness, economics, finance news, investing business news, investing economy - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
9
Oleh: Dr Andi Faisal MAKONTAGI
Dosen Jurusan Akuntansi di Universitas Negeri Makassar
lowongankerja.asia
– Ekonomi global, sering kali dikenal juga sebagai ekonomi kapitalis, mirip seperti balon udara; makin membesar ukurnya, makin meningkat pula potensi resikonya untuk pecah.
Hal ini disebabkan karena fondamen dari sistem ekonomi kontemporer didirikan berdasarkan spekulasi dalam pasar finansial yang malah menjadi motor pendorong bagi aktivitas ekonomi nyata, tidak seperti halnya sebaliknya.
Dalam suatu sistem semacam itu, fluktuasi ekonomi sebenarnya adalah sesuatu yang wajar dan tidak dapat dihindari, sebuah kepastian yang bakal selalu kembali terjadi.
Sampai saat ini, sang pemegang kendali atas perekonomian riil—yang mencakup para CEO dan tokoh-tokoh dalam dunia bisnis—sudah dilengkapi dengan berbagai teknik taktikal untuk mengurangi getaran guna mempertahankan kestabilan korporasi mereka.
Akan tetapi, getaran ekonomi pada kesempatan kali ini unik. Bukan hanya sedikit goyang saja, melainkan sudah berkembang menjadi ribut yang berasal dari kedalaman laut. Yakni, kebimbangan yang diakibatkan oleh perselisihan geopolitikal, pertikaian perdagangan, serta gangguan jaringan pasok global.
Efeknya sangat jelas dan meluas. Perekonomian sedang mengalami kekacauan; banyak perusahaan bangkrut, pertumbuhan investasi tertahan, dan pada gilirannya, tingkat pengangguran serta kemiskinan naik dengan cepat.
Pemerintah mungkin mencoba membantahkan dengan argumen besar, namun realitas di tanah air justru mengarah ke arah lain: lapisan tengah masyarakat yang dahulunya memegang peranan penting dalam roda ekonomi saat ini secara bertahap mulai merosot menuju jurang kesenjangan sosial dan kemiskinan.
Agar dapat melewati situasi sulit ini, “tombol ketahanan” perlu dihidupkan dengan cepat. Sebagai pendorong utama dalam ekonomi nyata, perusahaan diminta untuk mempunyai kekuatan resisten (ketahanan) yang kuat.
Pada situasi seperti ini, peran pemerintah sungguh penting, terlebih untuk mendukung secara nyata bidang bisnis, terutama UMKM, sehingga dapat menghindari kemerosotan yang semakin parah.
Akan tetapi, dengan kondisi ekonomi yang kian terganggu oleh tekanan internasional, upaya pemerintah malah banyak dialihkan untuk menangani serangkaian dugaan kasus korupsi yang berkelanjutan.
Masyarakat diajak menonton pertunjukan kelas atas yang lebih mementingkan penyelamatan kepentingan politik dan daya tarik kekuasaan daripada mengutamaankan stabilitas ekonomi penduduk.
Karena itu, dunia usaha, terutama UMKM, tidak bisa sepenuhnya menggantungkan nasib pada Pemerintah.
Bidang usaha perlu memperkuat ketahanan (resiliensi)-nya untuk terus bertahan. Berdasarkan hal itu, Akuntansi dapat berfungsi sebagai “penunjuk arah” bagi bisnis yang mampu membimbing sektor usaha melewati masa-masa sulit secara finansial.
Secara mendasar, akuntansi merupakan suatu sarana ilmu — sebuah instrumen — yang diciptakan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan bisnis dengan cara terstruktur.
Dalam situasi normal, Akuntansi berfungsi sebagai akselerator: membantu perusahaan menilai efisiensi, merancang anggaran, dan mengoptimalkan keuntungan. Namun, dalam kondisi krisis, peran akuntansi dapat bertransformasi menjadi pelindung yang menjaga bisnis dari kehancuran.
Kepentingan utama dari akuntansi ada di kemampuan untuk memahami data berdasarkan fakta dengan cara yang tidak bias serta memberikan representasi sejati tentang situasi sebuah perusahaan.
Berdasarkan data yang tersedia, pemegang keputusan—termasuk tim manajerial, investor, dan kreditor—dapat mengantongi dasar yang kokoh dalam merancang taktik jitu di masa mendatang.
Tanpa akuntansi, pengambilan keputusan dalam bisnis cenderung bergantung sepenuhnya pada asumsi atau perasaan saja, sering kali mengakibatkan peningkatan potensi gagal usaha.
Melalui akuntansi, sebuah perusahaan mampu merespons pertanyaan penting tersebut: Bisakah kami tetap cair? Apakah aktiva yang dimiliki masih menghasilkan?
Apakah biaya operasionalnya terlalu besar? Dan yang lebih utama, apakah perusahaan ini tetap bisa diteruskan?
Masalah yang ada pada umumnya para pebisnis, terutama mereka yang berada di segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), belum secara keseluruhan melaksanakan akuntansi dengan benar. Bahkan jika pun sudah dipakai, biasanya hanyalah sebagai pencatatan keuangan saja.
Sebenarnya, akuntansi dapat dioptimalkan dengan cara yang lebih baik lagi. Akan tetapi, penyebab utamanya adalah minimnya pemahaman keuangan di kalangan pengusaha.
Bagaimana caranya memperbaiki pemahaman keuangan? Sekali lagi, kita butuh keterlibatan pemerintah, namun ironinya, sumber daya mereka telah terkuras untuk tujuan tak jelas ini.
Sebagai penutup, Akuntansi bukan hanya soal angka di kertas kerja. Tapi jika digunakan dengan maksimal, maka akuntansi dapat menjadi kompas, dan rem darurat yang bisa menyelamatkan bisnis di tengah badai.(*)