- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, economics, financial markets, news, oil and fuel pricesbusiness, economics, financial markets, news, oil and fuel prices - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
14
lowongankerja.asia,
JAKARTA – Harga
minyak mentah
Dunia bergerak naik pada hari Selasa (13/5/2025), didorong oleh penurunan tarif sementara antara Amerika Serikat (AS) dan Cina serta rilis data inflasi di AS yang lebih rendah daripada perkiraan pasar.
Melansir
Reuters,
Rabu (14/5/2025), harga minyak mentah Brent tutup pada tingkat US$66,63 per barel, meningkat sebesar US$1,67 atau 2,57%. Di sisi lain, WTI melonjak US$1,72 atau 2,78%, mencapai posisi US$63,67 per barel.
Kenaikan reli harga minyak berlanjut mengikuti tren peningkatan pada sesi sebelumnya, dengan kedua benchmark naik hampir 4% setelah Amerika Serikata dan Tiongkok menyepakati pengurangan tarif impor mereka masing-masing dalam jangka waktu 90 hari. Perjanjian tersebut juga memberikan dorongan positif bagi bursa saham di Wall Street sementara itu meningkatkan kekuatan dolar.
John Kilduff dari Again Capital LLC menyebutkan bahwa para pemain di pasar yang belum banyak berpartisipasi dalam kenaikan harga seiring dengan optimisme hubungan AS-Tiongkok, kini berusaha untuk mengejar ketinggalannya, memicu peningkatan lebih lanjut pada harga tersebut.
“Kemarin kita tidak begitu terpengaruh oleh optimisme yang berasal dari China sehingga menyebabkan kenaikan harga, jadi hari ini kita berusaha mengikuti tren tersebut. Tambahan lagi, laporan inflasi hari ini memberi kesempatan kepada The Fed agar bisa segera melakukan tindakan,” katanya.
Kementerian Tenaga Kerja Amerika Serikat menyatakan bahwa Indeks Harga Konsumen hanya meningkat sebesar 2,3% pada periode tahunan sampai dengan April, mencapai tingkat kenaikan terendah dalam empat tahun. Informasi ini mendorong berbagai lembaga keuangan utama seperti JPMorgan dan Barclays untuk menurunkan perkiraannya tentang kemungkinan resesi di AS dalam waktu depan.
Inflasi yang mereda ini memberikan keleluasaan kepada Federal Reserve, institusi yang sejak Desember telah menjaga tingkat suku bunganya stabil. Sebelumnya, bank sentral tersebut enggan untuk mengurangi lagi tarif pinjamannya akibat ketakutan bahwa perselisihan perdagangan dapat menyebabkan lonjakan harga konsumen sekali lagi.
Phil Flynn, seorang analis senior dari Price Futures Group, menyebutkan bahwa seluruh petunjuk pada hari itu memberikan dukungan terhadap pasar minyak.
“Data inflasi serta informasi ekonomi lainnya memberikan dorongan yang signifikan untuk pasar,” terang Flynn.
Meskipun demikian, di antara keyakinan pasar yang tinggi tersebut, masih terdapat batasan potensial dari segi pasokan. Aliansi OPEC dan mitraanya dalam kelompok OPEC+ telah merencanakan peningkatan pengiriman minyak untuk bulan Mei dan Juni mendatang. Produksi OPEC sudah naik lebih jauh dibanding perkiraan semula sejak April, dengan prediksi tambahan pasokan dapat menyentuh angka kira-kira 411.000 barel setiap harinya pada bulan ini.
Menurut sumber Reuters, ekspor minyak mentah milik Arab Saudi kepada China diperkirakan masih akan berada di level yang tinggi untuk bulan Juni ini. Hal tersebut disebabkan oleh catatan baru yang dicetak negara itu pada bulan sebelumnya yaitu dengan mencapai angka tertingginya dalam lebih dari satu tahun. Sekarang, posisi Arab Saudi telah menjadikan mereka sebagai penyuplai nomer dua utama bagi China, sesudah Rusia.
Meskipun permintaan untuk minyak mentah terpengaruhi oleh ketidakpastian, outlook untuk bahan bakar halus malah mengindikasikan kestabilan.
“Meskipun prospek untuk permintaan minyak mentah terlihat semakin suram, tanda-tanda positif dari pasar bahan bakar penyulingan perlu diwaspadai,” demikian tertulis dalam laporan oleh seorang analis JPMorgan.
Mereka mengamati bahwa walaupun harga minyak dunia sudah jatuh 22% sejak puncaknya di tanggal 15 Januari, harga barang hasil olahan serta marjin pengolahan masih bertahan dengan baik.
Penyusutan kemampuan pabrik pengolahan minyak, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa, telah menghasilkan kelangkaan suplai bensin dan solar yang semakin parah. Kebergantungan pada barang impor juga naik, sehingga menyebabkan pasar menjadi lebih rawan terhadap peningkatan harga jika ada hambatan dalam proses produksi atau perawatan tidak terduganya.