- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
crime, cybercrime, indonesia, migrants, workerscrime, cybercrime, indonesia, migrants, workers - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
11
Empat warga negara Indonesia (WNI) dari Binjai, Sumatera Utara, melaporkan bahwa mereka ditinggalkan tanpa bantuan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh, Kamboja. Sebelumnya, mereka bekerja untuk suatu perusahaan yang ternyata merupakan bagian dari sindikasi penipuan online.
Kesulitan dimulai saat keempat warga negara Indonesia tersebut memilih untuk meninggalkan perusahaan tempat mereka berkarier lantaran merasa diberikan target pekerjaan yang tidak rasional.
Walaupun tidak mengalami kekerasan fisik dan masih mendapatkan upah bulanan, mereka merasa beban pekerjaan tersebut sudah terlalu berat untuk diterima. Karena itu, mereka mengajukan permohonan kepada KBRI supaya bisa pulang ke tanah airnya.
Merasa perlu untuk menangani laporan itu, KBRI Phnom Penh segera memulai tahap pengecekan fakta pada hari Rabu, 23 April 2025. Kemudian, penerbitan Surat Perjalanan Layaknya Paspor (SPLP) terjadi pada Hari Sabtu, 26 April, disusul oleh pengiriman aplikasi keluar visa kepada otoritas imigrasi Kamboja.
“Kita menyediakan layanan konsuler dan perlindungan bagi warga negara Indonesia berdasarkan aturan dan standar yang telah ditetapkan. Hal ini memungkinkan kita untuk tetap mengatasi peningkatan jumlah kasus warga negara Indonesia di Kamboja selama beberapa tahun belakangan,” jelas Duta besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Kamboja, Santo Darmosumarto, pada pernyataannya, Selasa (13/5).
Santo menyangkal tuduhan kelaparan. Dia menyatakan bahwa keempat warga negara Indonesia dari Binjai tersebut mendapatkan perlakuan sama seperti warga negara Indonesia lainnya yang berada dalam situasi serupa.
Akan tetapi selama proses pencatatan, KBRI mengungkap bahwa di antara mereka, CR adalah seorang korban dan juga pelakunya yang berulang.
CR pernah berpartisipasi dalam aktivitas penipuan daring yang kemudian berhasil diproses pengembaliannya oleh KBRI di tahun 2022, dengan seluruh beban biayanya ditanggung oleh pemerintah.
Setelah dua tahun, CR kembali ke Kamboja menggunakan paspor baru dan melanjutkan pekerjaannya di sektor yang sama.
Sebagai penjahat berulang, Imigrasi Kamboja mengirim CR ke pusat detensinya selama menunggu pengusiran dari negara tersebut.
Tiga warga negara Indonesia yang lain memutuskan untuk menangani visa keluar mereka sendiri dan bersiap kembali ke tanah air.
“Kita tidak bisa menerima sikap yang memandang kegiatan penipuan daring sebagai profesi legal. Kegiatan tersebut menyebabkan dampak buruk secara nyata di negeri kita,” tegas Dubes Santo.
KBRI juga menekankan bahwa kebanyakan masalah yang dialami oleh warga negara Indonesia di Kamboja berhubungan dengan sindikat penipuan online.
Santo menginginkan agar masyarakat, bersama dengan pemerintah lokal dan pers, meningkatkan upaya dalam memberikan pendidikan tentang bahayanya bekerja tidak sah di luar negeri.
Menurut statistik dari Kantor Imigrasi Kamboja, sebanyak 131.184 warga negara Indonesia mendiam dan memperoleh ijin tinggal antara 3 sampai 24 bulan selama tahun 2024 tersebut.
Selama tiga bulan awal tahun 2025, KBRI di Phnom Penh sudah mengatasi 1.301 kasus WNI dengan masalah—naik sebesar 174 persen jika dibandingkan dengan periode serupa pada tahun sebelumnya.
Sekitar 85% kasus yang dimaksud berkaitan dengan kegiatan penipuan daring.