- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
economics, finance news, government, money, politicseconomics, finance news, government, money, politics - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
5
lowongankerja.asia
, JAKARTA — Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyatakan bahwa pendapatan pajak menurun sebesar 27,73% hingga bulan April tahun 2025.
Misbakhun menyatakan bahwa pendapatan pajak hanya mencapai Rp451,1 triliun dari Januari hingga April 2025. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 27,73% jika dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama di tahun sebelumnya, yakni senilai Rp624,2 triliun.
“Pak [Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo] akan mengecek hal tersebut kemudian, untuk memastikan bahwa datanya sesuai dengan yang ada di kantornya atau tidak? Namun, tak perlu bertanya kepadaku tentang sumber informasiku,” terang Misbakhun saat menghadiri rapat kerja bersama Direktorat Jenderal Pajak beserta timnya pada hari Rabu, tanggal 7 Mei 2025.
Suryo Utomo sendiri tak membantah ataupun mengakui keabsahan informasi yang disampaikan oleh Misbakhun itu.
Kementerian Keuangan belum mengumumkan data terkait penerimaan pajak sampai bulan April tahun 2025.
Kementrian keuangan baru saja meluncurkan informasi tentang pendapatan pajak untuk kuartal Januari–Maret 2025 senilai Rp322,6 triliun, turun 18,1% jika dibandingkan dengan jumlah pada periode yang sama di tahun sebelumnya yaitu Rp393,9 triliun.
Ini berarti bahwa apabila data dari Misbhakun tersebut ternyata benar, maka pendapatan pajak akan mengalami penurunan setiap tahunnya pada keempat bulan terakhir.
Selanjutnya, Misbakhun juga mengkritik Suryo lantaran rasio pajak di Indonesia belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Ia mencatat bahwa untuk beberapa tahun terakhir, rasio pajak tetap berada di bawah angka 11%. Spesifiknya, pada tahun 2020 adalah sebesar 8,33%; naik menjadi 9,13% pada 2021; kemudian meningkat lagi ke level 10,41% pada 2022; turun sedikit menjadi 10,31% pada 2023; dan puncaknya ada di posisi 10,07% pada 2024.
Sebaliknya, dia melanjutkan, DPR telah menghadirkan dukungan politik yang kuat kepada Direktorat Jenderal Pajak guna mendongkrak rasio pajak. Sebagai contohnya, DPR setuju dengan adanya dua kali amnesti pajak demi melebarkan cakupan basis pajak serta menerapkan sistem Pertukaran Otomatis Informasi sebagai langkah untuk mempermudah akses terhadap data transaksi para wajib pajak.
“Seluruh persenjataan telah diminta oleh Bapak [Suryo Utomo], dan kami pun memberikannya beserta akses perbankan serta hal-hal lainnya,” jelas Misbhakun.
Anggota parlemen dari Fraksi Partai Golkar tersebut menyoroti bahwa rasio pajak di Indonesia sempat meningkat hingga 12,74% pada tahun 2005. Tahun 2008 bahkan angkanya naik menjadi 13,05%.
Permasalahan ini terletak pada kebutuhan pemerintah yang mendesak akan pengumpulan pajak. Sebab itu, pajak menjadi sumber dana primer bagi negara.
Misbakhun mengilustrasikan bahwa apabila tingkat pajak dapat meningkat sebesar 16,75%, pemerintah tidak perlu lagi melakukan pengambilan pinjaman tambahan.
“Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) senilai Rp22.000 triliun dan pendapatan pajak kita mencapai Rp3.500 triliun, ditambah lagi dengan Pendapatan Non-Tax Budget (PNPB), totalnya melebihi Rp4.000 triliun. Anggaran Pendanaan Negara Belum Tercukupi (APBN) saat ini untuk belanja pemerintahan adalah sebesar Rp3.621,3 triliun. Ini menunjukkan surplus,” jelasnya.
Karena itu, ia mengungkapkan bahwa apabila Direktorat Jenderal Pajak berkeinginan untuk mendapatkan lagi dukungan politik dari Komisi XI DPR guna menambah rasio pajak, cukup dengan memberitahukan kebutuhan tersebut saja.
Pada saat bersamaan, Suryo menyatakan bahwa dia akan tetap melanjutkan upaya peningkatan pengumpulan pajak dari para wajib pajak yang telah tercatat serta perluasan cakupan pajak untuk mereka yang masih belum diregistrasi. Melalui pendekatan ini, tingkat perbandingan antara penerimaan pajak dengan PDB diharapkan dapat naik.
Yang perlu ditekankan sekarang adalah cara kita tetap berusaha memperbaiki sumber daya.
dapat kita lakukan,” katanya.