Kisah Darmansyah: Dari Pengepul Telur Penyu Menjadi Pengawal Laut Mapur yang Rela Tak Digaji

Kisah Darmansyah: Dari Pengepul Telur Penyu Menjadi Pengawal Laut Mapur yang Rela Tak Digaji


RIAU, lowongankerja.asia

– Tersembunyi di ketenangan teluk Pulau Mapur, Bintan, Kepulauan Riau, terdapat sosok Darmansyah (55), seorang laki-laki berusia lanjut yang memilih jalannya sendiri sebagai pengawal lautan.

Darmansyah bukanlah petugas berpakaian seragam resmi atau anggota bersenjata. Dia merupakan seorang warga biasa yang secara sungguh-sungguh melaksanakan tanggung jawabnya sebagai Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Perisai Mapur, yaitu grup yang bertanggung jawab untuk memantau area konservasi lautan di Pulau Mapur.

Pengenalan Darmanayah terhadap bidang konservasi lautan tidak dimulai di dalam ruangan belajar ataupun labolatorium, tetapi justru berawal dari pengalamannya yang menyakitkan serta pemikiran mendalam.

Pernah suatu waktu dia adalah seorang pencari telur penyu. Pada satu kesempatan, Darmansyah menyadari bahwa telur-telur yang ia temukan berhasil menetas meskipun sudah dipindahkan.

“Pada awalnya, saya adalah seorang pencari telur penyu dengan tujuan menjualnya. Saya mengambilnya ketika menemukan yang telah bertelur cukup lama; mereka kadang-kadang bahkan berdarah. Kemudian saya meletakkannya kembali. Setelah beberapa pekan, saya akan pergi lagi,” cerita Darmansyah sementara bercakap-cakap dengan
lowongankerja.asia,
Selasa (6/5/2025).

“Ketika saya mulai menggali, dia langsung muncul. Oh, artinya benda ini dapat menaruh telur, dan dia bisa menjadi induk,” ujarnya.

Sejak saat itu, jalannya Darmansyah mengalami perubahan. Dia terlibat dalam Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap), yaitu projek manajemen sumber daya pantai yang dibiayai oleh Bank Dunia di awal tahun 2000-an. Di situlah bibit-bibit dari Pokmaswas mulai berkembang.

“Pembentukan Pokmaswas ini sebenarnya dimulai ketika ada program Coremap. Setelah program tersebut berakhir dan semua dibubarkan, di tempat yang sama kemudian terbentuklah suatu kawasan konservasi,” jelas Darmansyah.

Walaupun proyek Coremap sudah lama rampung, semangat Darmansyah dan teman-temannya masih menyala. Mereka tetap melaksanakan pengawasan, merawat lautan dan terumbu karang dengan upaya sendiri.

Di tahun 2022, usai penetapan Kawasan Konservasi Taman Wisata Perairan (TWP) Laut di Pulau Bintan oleh pemerintah, Pokmaswas Perisai Mapur didirikan secara resmi.

Selama tiga tahun beroperasi, Pokmaswas Perisai Mapur telah dilengkapi dengan Kartu Tanda Anggota (KTA), alat GPS, kamera, dan teropong. Akan tetapi, mereka masih belum memiliki kapal pengawas sendiri untuk patrol.

“Di sana, kita selaku masyarakat pengawas dari Coremap terus memantau wilayah kita. Oleh karena itu, ketika kawasan konservasi didirikan kembali, tim pengawas baru bernama Pokmaswas pun terbentuk,” jelas Darmansyah.

Sebagai pemimpin, Darmansyah memfasilitasi sekelompok 10 anggota yang aktif. Mayoritas dari tim Pokmaswas ini berprofesi sebagai nelayan dan juga bertindak sebagai pengawas.

Setiap Jumat, mereka patroli laut selama kurang lebih empat jam, berkeliling delapan zona inti konservasi yang ada di sekitar Pulau Mapur.

Namun, tidak ada honor tetap untuk tugas mulia ini. Operasional Pokmaswas berjalan berkat urunan pribadi dan bantuan terbatas dari mitra seperti Konservasi Indonesia (KI).

“Kami berlayar menggunakan kapal milik kami sendiri dan membeli bahan bakarnya secara mandiri. Terkadang, selagi di laut lepas, kami juga melakukan pengawasan,” katanya.

Darmansyah menyatakan bahwa kurangnya dukungan mengakibatkan pengawasan menjadi tidak optimal.

“Supervisi-nya bersifat berkala, tetapi jika wilayah telah dioperasionalkan dan tidak memiliki sistem pengawasan, bagaimana bisa mengetahui kemajuannya? Begitu pikiranya.” Dia mengeluhkan hal tersebut.

Memonitor bukanlah hal sederhana. Suatu hari, Darmansyah dan regennya mengidentifikasi seorang nelayan dari kampung terdekat sedang menangkap ikan dalam area inti.

Mendapati hal tersebut, mereka tidak serta-merta menjadi marah atau mengejar pergi, tetapi justru memulai interaksi sosial.

“Dilarang dilakukan, dan kemudian berikan penyuluhan bahwa di wilayah ini tidak boleh ada aktivitas apapun sebab termasuk dalam area zona inti. Bila tertangkap basah dapat menerima hukuman. Hanya saja, para nelayan ini umumnya kurang paham mengenai hal tersebut,” jelasnya.

Di samping penangkapan ilegal, masalah lain muncul ketika angin utara berhembus tiap tahunnya, menyebabkan terjadinya tumpahan minyak. Pantai-pantai yang dulunya indah dan putih kini perlahan menjadi hitam.

“Apabila ditemukan minyak, kami catat dan laporkan kepada DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan). Namun, kami tidak mengetahui apa langkah berikutnya. Karena kita hanya dapat melaporkannya,” ungkap Darmansyah yang merasa terhalang oleh koneksi internet serta pengertian akan aplikasi pelaporan resmi tersebut.

Ketika diminta alasan untuk tetap bertahan di pekerjaan yang tidak dibayar, Darmansyah merespons dengan santai tapi penuh makna, “Ini semua karena ikatan batin. Hanya ingin berkarya dari perasaan itu sendiri.”

Dalam batasan tersebut, Darmansyah merasa dipanggil untuk melindungi lautan yang sudah menghadirkan kehidupannya. Mulanya sebagai pencari telur kepiting, sekarang dia telah mendapatkan beberapa sertifikat tentang pelestarian, termasuk penyelaman.
rescue
sampai masukan data terumbu karang.

“Bila terdapat latihan atau projek dari DKP, saya biasanya ambil bagian,” katanya.

Darmansyah juga menginginkan agar pemerintah menunjukkan perhatian ekstra, terutama dalam mensupport kegiatan Pokmaswas.

Untuknya, merawat lautan tak hanya merupakan tanggung jawab profesional, melainkan juga kewajiban etika untuk generasi di masa depan.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *