- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
divorce, marriage, news, social issues, womendivorce, marriage, news, social issues, women - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
11
SURABAYA, lowongankerja.asia
– Kasus cerai yang diregistrasi di Pengadilan Agama (PA) Surabaya ternyata mayoritas disampaikan oleh isteri atau wanita.
Sepanjang tahun 2024, Pengadilan Agama Surabaya melaporkan adanya 4.087 perkara perceraian yang diajukan oleh istri. Sedangkan jumlah gugatan cerai dari suami berjumlah 1.557 kasus.
Laporan serupa juga diperlihatkan untuk tiga bulan awal tahun 2025 ( Januari hingga Maret ). Terdapat 1.056 perkara perceraian gugatan dan 415 kasus perceraian talak.
Akramuddin dari Humas PA Surabaya menyebutkan bahwa jumlah perkara cerai yang diserahkan oleh istrig atau wanita tak hanya tinggi di kota Surabaya saja.
“Bukan cuma di Surabaya, hampir di semua Indonesia, jumlah wanita yang mendaftar jauh lebih tinggi,” ujarnya ketika ditemui akhir pekan kemarin.
Alasan utama untuk gugatan cerai yang disampaikan oleh wanita kebanyakan berhubungan dengan masalah finansial, kesepakatan mengenai tanggung jawab mencari nafkah, pengaruh dari hutang daring, serta sejumlah faktor lainnya yang dapat menimbulkan konflik.
Penyebab perempuan gugat cerai
Terpisah, Herliyana Isnaeni, seorang psikolog dari Surabaya, mengatakan bahwa peningkatan jumlah gugat cerai yang diajukan wanita terjadi karena ada perubahan dalam pandangan masyarakat.
“Dahulu kala, perceraian dianggap hal yang terlarang atau malu, terutama bila diajukan oleh istri. Tetapi pada zaman now, perceraian dipandang sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah saat perkawinan sudah tak sehat lagi,” jelas Herliyana di Surabaya, Senin (5/5/2025).
Selanjutnya, psikolog yang biasa dipanggil Lea menyebutkan bahwa keadaan itu disebabkan oleh peningkatan kemandirian wanita dalam hal ekonomi sehingga memungkinkannya menjadi lebih independen di tengah revolusi teknologi digital yang ada sekarang.
“Mereka memiliki
income
sendirian hingga menjadikan mereka lebih kuat dan siap untuk mengambil keputusan cerai ketika pernikahan mereka menjadi menyakitkan,” lanjutnya.
Di samping itu, hal seperti ini juga dipengaruhi oleh peningkatan kesadaran tentang aspek hukum mengenai tindakan kekerasan di lingkungan keluarga (KDRT).
“Undang-undang tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga menambah pengetahuan wanita mengenai hak-hak mereka yang terlindungi oleh undang-undang,” tambahnya.
Hal itu juga seiring dengan meningkatnya kualitas pendidikan perempuan yang semakin tinggi dalam memahami hak-hak mereka dan mampu melindungi diri mereka.
Bukan hanya itu saja, saat ini kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental juga semakin berkembang dan disosialisasikan di banyak tempat.
platform,
yang berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran wanita tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang sehat.
“Para ibu juga mempertimbangkan kesejahteraan mental putra-putrinya, oleh karena itu bila merasa bahwa perkawinan hanya akan menimbulkan luka dan trauma, mereka tidak ragu-ragu dalam mengambil langkah pengajuan gugatan perceraian. Hal ini merupakan ungkapan cinta dan peduliannya terhadap tumbuh-kembang aspek psikologis anak-anaknya di masa mendatang,” imbuhnya.
Meskipun begitu, Lea menyarankan bagi tiap pasutri yang hubungannya tidak seimbang agar berbicara dengan ahli psikologi.
Konseling itu bukan hanya ditujukan untuk pasangan suami istri, melainkan juga bagi mereka yang berencana akan menikah.
Berkembangnya edukasi seputar ide perkawinan, sifat pendamping, dan menjalaninya
pre-marriage counseling
akan menjadi lebih baik sehingga memberikan pemahaman dan persiapan untuk pernikahan,” tegasnya.