- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
culture, lifestyle, psychology, psychology of everyday life, social issuesculture, lifestyle, psychology, psychology of everyday life, social issues - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
8
lowongankerja.asia
Apakah kau sering kali jadi orang pertama yang terburu-buru minta maaf, meskipun sebetulnya kau tak merasa salah?
Bisa jadi hal tersebut tidak disebabkan oleh kebijakanmu atau kedewasanmu, tapi lebih kepada sikap menyerah yang berlebihan hanya untuk mempertahankan ketenangan dalam suatu hubungan.
Berdasarkan ilmu psikologi, perilaku tersebut malah dapat menunjukkan bahwa Anda tengah melupakan pentingnya memenuhi keperluan dan emosi diri sendiri.
Sehingga, Anda mungkin kehilangan rasa percaya diri dan tujuan dalam berbagai aspek hidup Anda termasuk di tempat kerja, persahabatan, serta hubungan keluarga.
Berdasarkan informasi dari halaman Blog Herald pada tanggal Senin (5/5), di bawah ini adalah 7 ciri yang menunjukkan bahwa Anda terlalu sering mengalah, sesuai dengan penjelasan psikologi.
1. Kau rasa membuat orang lain bahagia berarti menjamin ketenangan
Banyak orang berpandangan bahwa mengucapkan permohonan maaf merupakan metode paling efektif untuk menjamin ketenangan dalam suatu hubungan.
Sebenarnya, bila Anda terus-menerus minta maaf cuma agar oranglain merasa bahagia dan tak marah, ini menunjukkan bahwa Anda condong ke arah being a peoplepleaser atau tipe orang yang selalu berusaha memuaskan setiap individu di sekitar Anda.
Ini dapat menyebabkannya untuk mengesampingkan keperluan dan pandangannya sendiri hanya agar terhindar dari konflik.
Memelihara ketentraman sejati tidak berarti harus selalu tunduk, melainkan dapat mengenali keberadaan perbedaan dan memecahkan masalah dengan pendekatan yang positif.
Apabila Anda selalu menebak permohonan maaf demi menjaga keadaan tetap damai, hal itu dapat membuat Anda merasa stres atau justru marah karena tak sepenuhnya diperhitungkan dan dipahami.
2. Anda meminta maaf guna mencegah perselisihan.
Banyak individu merasa takut ketika menghadapi perselisihan atau pertentangan, akibatnya mereka lebih memilih untuk cepat minta maaf sebagai cara keluar yang instan.
Walaupun tampaknya cerdas, sesungguhnya yang Anda lakukan adalah menyembunyikan masalah daripada mencoba memecahkan atau mengatasi itu.
Dengan selalu menghindari perselisihan lewat cara minta maaf, Anda kehilangan peluang untuk menyampaikan niat Anda, mendirikan batasan yang baik, serta memulihkan hubungan dengan tulus.
Perselisihan tidak selamanya perlu dicemaskan. Apabila disikapi dengan berkomunikasi secara efektif, malah bisa menguatkan ikatan antar pihak.
Alih-alih segera minta maaf, coba katakanlah, “Kelihatannya kita punya perspektif yang berbeda. Bisakah kita diskusikan hal ini dengan lebih mendalam?”
3. Rasa cemasmu bertambah jika kamu tak cepat-m-ceap minta maaf.
Untuk beberapa individu, mengucapkan permohonan maaf dapat dijadikan sebagai solusi cepat untuk menenangkan ketakutan mereka. Ketika Anda cemas bahwa seseorang mungkin akan kesal atau terluka, Anda langsung menyampaikan “maaf” sehingga atmosfer menjadi lebih damai lagi.
Akan tetapi, hal itu hanya akan memberikan kedamaian sesaat saja. Tiap kali Anda melakukan itu, otak Anda justru belajar bahwa merespon rasa cemas adalah dengan minta maaf, daripada menuntaskan persoalan atau mendirikan sekat yang diperlukan.
Sehingga, Anda akan lebih mengandalkan ucapan minta maaf untuk menenangkan perasaan tak enak tersebut, serta mungkin akan semakin gelisah ketika berurusan dengan perselisihan.
Usahakan untuk mengambil langkah penerimaan terhadap rasa tidak nyaman dan latihankan cara bicara yang jelas tanpa perlu selalu bersikeras minta maaf.
4. Kamu menganggap dirimu bertanggung jawab untuk kesalahan yang sebenarnya tidak menjadi kewajibanmu.
Terkadang kamu merasa harus bertanggung jawab untuk sesuatu yang di luar kontrolmu. Sebagai contoh, ketika mood orang lain sedang jelek, tanpa disadari kamu sudah mengucapkan permohonan maaf meskipun kamu tidak melakukan kesalahan apapun.
Apabila kondisi ini berlanjut terus menerus, dapat saja hilangnya kepercayaan dirimu serta pemikiranmu yang mengatakan bahwa kamu senantiasa menjadi penyebab dari setiap masalah. Memang benar, tak segala sesuatu harus atau bahkan bisa kau perbaiki.
Mengucapkan permohonan maaf berulang kali untuk hal-hal yang tidak menjadi salahmu dapat menyebabkan orang lain melupakan hak dan batas milikmu.
Usahakan untuk memahami kondisinya dengan baik lalu tanyakan kepada dirimu sendiri, apakah hal itu sebenarnya adalah sebuah kesalahan mu atau tidak.
5. Kamu minta maaf karena merasa terganggu oleh emosi diri kamu sendiri
Banyak kali kita mengira harus minta maaf cuma karena merasa sedih, kecewa, atau marah. Namun sebenarnya, emosi itu sendiri bukan suatu kesalahan.
Apabila Anda selalu-melingkarkan diri dengan permohonan maaf mengenai emosi yang timbul, secara bertahap Anda dapat merasa bahwa perasaan tersebut kurang bernilai atau tak sepadan untuk disuarakan. Ini bisa membawa dampak negatif kepada keadaan psikologis Anda.
Sebaiknya kamu mengungkapkan perasaanmu dengan jujur dan terbuka daripada minta maaf hanya karena rasa bersalah.
Sebagai contoh, Anda dapat mengungkapkan, “Saya merasa kecewa dengan perkataannya,” bukannya mengatakan, “Maaf saya menjadi terlalu emosi.” Dengan cara ini, Anda masih bisa mempertahankan komunikasi tanpa perlu bersalah atas apa yang telah disampaikan.
6. Anda telah menghancurkan keyakinan orang lain tentang diri Anda sendiri.
Meminta maaf terus menerus karena hal sepele dapat membuat orang lain berpikir bahwa Anda kurang percaya diri.
Sebagai contoh, di lingkungan kantor, apabila Anda memulai sebuah diskusi dengan frasa “Maaf, saya cuma mau menunjukkan…”, orang lain mungkin berpikir bahwa Anda kurang yakin atau takut terhadap gagasan yang disajikan.
Sebenarnya, gagasan itu dapat menjadi sangat berharga. Secara keseluruhan, perilaku seperti itu dalam jangka waktu lama mungkin merusak image profesi Anda dan menyebabkan orang lain kurang menghormati pandangan Anda.
Lebih baik, biasakan diri Anda untuk berkomunikasi secara langsung dan dengan keyakinan. Sebagai contoh, ubahlah menjadi, “Saya memiliki sebuah ide yang mungkin dapat mendukung.”
7. Kamu sudah biasa karena dianjurkan untuk selalu meminta maaf sejak masih kecil.
Studi menyatakan bahwa wanita mungkin lebih kerap minta maaf daripada pria sebab mereka melihat banyak perkara sederhana sebagai pelanggaran yang signifikan.
Hal ini disebabkan karena wanita sering diajarkan untuk percaya bahwa bersikap baik berarti senantiasa minta maaf dan berkompromi.
Apabila kebiasaan ini sudah melekat pada diri Anda, maka dapat dipastikan bahwa Anda akan menjadi “pemburu permintaan maaf” di berbagai kondisi, meskipun sesungguhnya Anda tak memiliki kesalahan sedikitpun.
Agar bisa berubah, pahami bahwa bersikap ramah dan menghargai oranglain tak selalu perlu diiringi dengan permintaan maaf.
gunakan nada yang kuat dan jelas misalnya “saya mau jelaskan”, bukan “maaf, saya cuma pengen klarifikasi”
***