- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
ecology, environmental science, environmentalism, politics, sustainabilityecology, environmental science, environmentalism, politics, sustainability - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
19
Paus Fransiskus merupakan Paus ke-266 bagi Gereja Katolik Roma dan juga menjadi kepala negara Vatikan dari tahun 2013 hingga 2025. Dikenal sebagai pemimpin dengan sifat rendah hati dan progresif, beliau memberikan nasehat dan karya penulisannya yang signifikan dalam membentuk gaya hidup dan praktik agama di seluruh dunia. Salah satu ide utamanya yang telah menciptakan dampak besar di muka bumi ini adalah kesadaran akan perlunya peduli kepada alam, menjaga lingkungan, dan menangani pemanasan global.
Paus Fransiskus terkenal sebagai pemimpin yang keras kepala serta prihatin dengan masalah lingkungan. Ia bahkan memilih nama tersebut ketika menjadi seorang paus, menanggalkan nama Santo Fransiskus dari Assisi, sang biarawan abad ke-13 yang diakui sebagai patron ekologi. Paus ini sudah lama aktif dalam upaya melestarikan alam melawan pemanasan global.
Berikut adalah beberapa warisan Paus Fransiskus mengenai masalah lingkungan yang dikumpulkan dari berbagai referensi:
1. Mengeluarkan ensiklik Laudato Si’ di tahap awal kepemimpinannya
Paus Fransiskus diangkat menjadi paus pada tahun 2013. Setelah dua tahun memegang jabatan tersebut, tepatnya pada tahun 2015, beliau merilis ensiklik pertama yang berjudul “Laudato Si’, On Care For Our Common Home”.
Fyi
Ensiklik adalah salah satu jenis dokumen kepausan yang memiliki tingkat kedudukan paling tinggi.
Ensiklik Laudato Si’ membahas tugas umat manusia dalam urusan penciptaan ketika bahaya lingkungan semakin memburuk. Di dalam dokumen ini, Paus Fransiskus merumuskannya sebagai kesimpulan dari gagasan-gagasannya serta pengajaran-pengajaran Katolik terkait persoalan-persoalan sosio-ekologis. Dia lalu menyampaikan kepada Gereja dan masyarakat global perspektif moral dan etika guna penyelesaian permasalahan pemanasan bumi, kerugian biodiversitas, pencemaran, serta hambatan-hambatan lingkungan lainnya yang dialami oleh Bumi dan warganya. Selain itu, ia turut mencela “budaya konsumsi” dan mendesak negara-negara maju bertanggung jawab atas ‘hutang ekologis’ mereka karena telah menjajah sumber-sumber alam dengan cara kasar.
Karyanya di dalam ensiklik tersebut sukses menimbulkan respon dunia secara luas. Ensiklik Laudato Si’, yang dikeluarkan tak lama sebelum Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim COP21, memiliki dampak besar terhadap keputusan akhir pada Kesepakatan Paris tahun 2015. Di samping itu, gagasan-gagasannya pun tampak jelas dalam bagian awal dari Rencana Aksi Global untuk Kehutanan Tropis Kunming-Montreal 2022.
Bukan hanya itu saja, pandangan Paus Fransiskus dalam dokumen Laudato Si’ telah membantu gereja-gereja Katolik untuk berpikir lebih jauh tentang masalah iklim, biodiversitas, pencemaran, hak-hak masyarakat asli, serta topik-topik terkait dengan lingkungan. Hal tersebut bahkan mencetuskan suatu gerakan aktivis bernama Gerakan Laudato Si’. Gerakan ini melibatkan sekitar 900 organisasi Katolik dan ribuan individu yang disebut “animators” atau penggerak Laudato Si’, yakni para pemimpin di setiap komunitas mereka.
2. Meluncurkan “Querida Amazonia” sebagai ungkapan cintanya terhadap lingkungan dan komunitas asli.
Paus Fransiskus menjadi pemimpin agung Katolik pertama asli dari Benua Amerika Selatan. Dia dilahirkan dan dibesarkan di Argentina, anak dari para imigran Italia. Karena latar belakangnya sebagai imigran, dia aktif mendukung hak-hak komunitas lokal dan mereka yang tertindih atau merasa diskriminasi. Paus ini juga selalu tegas dalam mengecam dampak negatif pada alam semesta, khususnya masalah-masalah lingkungan yang melanda daerah tempat dia lahir, yaitu Amerika Selatan.
Demi mengadvokasi perlindungan lingkungan dan kesejahteraan penduduk lokal, Paus Fransiskus meluncurkan sebuah buku berjudul “Querida Amazonia” (Amazon Yang Dihargai) pada tahun 2020. Karya tulis ini mencakup seruan mendesak kepada seluruh dunia guna bekerja sama dalam melestarikan hutan Amazon—salah satu dari sedikit hutan tropis yang masih ada sekarang. Di samping itu, tujuan lainnya adalah untuk menjamin bahwa komunitas asli di daerah tersebut dapat menjalani kehidupannya tanpa terancama.
Artikel ini memiliki pengaruh signifikan pada skala global pula. Menyambut dukungannya terhadap advocasy tersebut, Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa bekerja sama dengan beberapa grup ekologi bermazhab keagamaan guna mendirikan badan perlindungan alam serta hak-hak suku asli. Sampai sekarang, lembaga ini sudah aktif di banyak daerah di penjuru dunia termasuk Brasil, Peru, Kolombia, Republik Demokratis Kongo, dan Indonesia.
3. Meluncurkan sekuel dari Laudato Si’, yang berjudul Laudate Deum
Setelah delapan tahun sejak rilis Laudatu Si’, Paus Fransiskus mempersembahkan lanjutan karyanya bernama Laudate Deum pada bulan Oktober 2023, tak lama sebelum penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) COP28 di Dubai. Dokumen tersebut menekankan urgensi permintaan mendesak Paus Fransiskus agar pemimpin dunia bertindak cepat dan tegas guna mengatasi ancaman perubahan iklim yang tengah berlangsung. Dalam tulisan ini, ia juga memberi komentar pedas terkait deviasi para pengambil keputusan internasional dari Kesepakatan Paris tahun 2015.
Dalam hal tersebut, Paus Fransiskus mengungkapkan semangat serta ketidakpuasan terkait kemajuan perjanjian internasional saat ini. Dia pun menyuarakan keprihatinan atas lemahnya komitmen politik global yang dinilai belum mampu merealisasikan Pasifik Paris dengan tujuan membatasi peningkatan temperatur dunia kurang dari 2 derajat Celcius. Tambahan lagi, ia menekankan pentingnya mereduksi penggunaan sumber daya energi fosil tak lestari yang menjadi penyebab primer fenomena perubahan cuaca.
Dalam pelaksanaan Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP29) pada tahun 2024 di Azerbaijan, Paus Fransiskus menyampaikan beberapa pemikiran tajam tentang perlindungan alam dan lingkungan melalui suratnya kepada PBB meski dalam situasi kesehatannya yang kurang baik. Dalam surat tersebut, ia membahas masalah-masalah lingkungan global saat ini dan mendorong negara-negara dengan emisi gas rumah kaca tertinggi untuk mengenali “hutang ekologis” mereka terhadap negara lain. Selain itu, ia juga mendesak pembentukan struktur finansial internasional baru didasari atas asas-asas kesamaan, keadilan, serta persaudaraan.
Di luar konsep-konsepnya yang memiliki dampak besar terhadap masalah lingkungan, Paus Fransiskus dengan tegas mendorong adanya tindakan demi Tuhan Yang Maha Esa. Tanggal 1 September dalam kalender liturginya, beliau mendeklarasikan Hari Doa Dunia untuk Pelestarian Karya Ilahi. Dalam momen penghormatan tersebut, dia mengajak jemaah Katolik untuk merayakan satu bulan Musim Penciptaan bersama komunitas Kristen di seluruh dunia.
Pada tahun 2019, Paus Fransiskus mengajukan dukungan atas permintaan agar “kriminalisasi lingkungan” dikenali sebagai pelanggaran perdamaian global kelima dalam sebuah pertemuan tentang perubahan iklim yang diselenggarakan oleh Gereja Katolik. Ia menegaskan bahwa tindak pidana semacam itu sebanding dengan pembantaian massal dan pemurnian rasial. Selain itu, dia juga mencatat bahwa hal ini merupakan suatu bentuk dosa.
Paus Fransiskus dikenal sebagai seorang penerangi dalam gerakan perlindungan lingkungan. Dalam kurun waktu selama 12 tahun menjabat, beliau telah menyumbangkan ide-ide brilian tentang konservasi alam, ekosistem, serta penanganan perubahan iklim. Pengaruhnya bahkan merambah hingga pada proses pengambilan kebijaksanaan global, termasuk di dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim 2015 atau lebih dikenal dengan Forum Perjanjian Paris.