- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
education, politics, public education, social issues, teachingeducation, politics, public education, social issues, teaching - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
19
Mempelajari pendidikan dengan sudut pandang yang lebih luas bisa memudahkan kita untuk mengenali hubungan antara pendidikan dan beragam elemen kehidupan sehari-hari. Pendidikan bukan cuma tentang penyampaian informasi, melainkan juga merupakan refleksi dari perubahan sosial masyarakat.
Ide-ide tentang pendidikan yang diajukan oleh Ki Hajar Dewantara serta aspek-aspek sosiologisnya dalam sistem pendidikan nasional Indonesia dapat dengan jelas dilihat melalui peranannya. Sebagai salah satu figur kunci dalam perkembangan sejarah negeri kita, ia memiliki dampak signifikan pada bidang pendidikan.
Gagasan yang dibawa
Ki Hajar Dewantara
Bukan saja menetapkan dasar-dasar dari sistim pendidikan, namun juga mempersembahkan pantulan pandangan sosiologis yang masih aktual. Ide-ide tentang sosiologi tersaji melalui slogan-slogan yang dikemukakan oleh
Ki Hajar Dewantara
, yakni:
-Di depan memberikan teladan
-Melalui proses meraih impian (dalam perjalanan mencapai tujuan)
-Tut wuri handayani (mengikutinya dengan dukungan)
KONSEP-konsep dalam prinsip-prinsip tersebut mencakup beberapa ide tentang ilmu sosiologi. Namun, benar-benar memahami, apa itu sosiologi?
Menurut e-modul Sosiologi untuk kelas X, secara etimologis, istilah ‘sosiologi’ bermula dari dua perkataan Latin yaitu ‘socius’ yang memiliki makna sebagai sahabat atau kawannya, serta ‘logos’ yang merujuk pada pengetahuan atau ilmu. Jika diperluas pengertiannya,
sosiologi
dimengerti sebagai disiplin ilmu yang mengkaji tentang hubungan antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Singkatnya,
sosiologi
Merupaikan disiplin ilmu sosial yang mengkaji manusia dalam konteks kelompok atau masyarakat (bukan sebatas individu terpisah dari lingkungan sosialnya). Ilmu ini juga menelaah norma-norma adat, tradisi, keyakinan atau agama, perilaku, serta seni dan budaya komunitas tersebut.
Peranan Ki Hajar Dewantara dalam keberadaannya sebagai Pendiri Pendidikan Nasional di Indonesia
Ki Hajar Dewantara adalah tokoh penting di bidang pendidikan Indonesia. Ia mengusung metode yang berfokus pada aspek manusiawi selama proses perjuangannya.
Menurut e-modul dengan judul “Ki Hajar Dewantara: Pemikiran dan Perjuangan”, ia terkenal dan diakui secara global karena pengetahuannya, keterampilannya, pencapaiannya serta kontribusinya yang sangat besar dalam sektor pendidikan, budaya, dan masyarakat.
Ia merupakan seorang pemimpin negara, pejuang kebangsaan yang tak hanya mengemukakan ide-ide politik tentang perlawanan, namun juga prinsip-prinsinya diwujudkan oleh para nasionalis sampai pada akhirnya mereka berhasil meraih kemerdekaan untuk Indonesia.
Ki Hajar Dewantara menyampaikan ide luhur yang menekankan bahwa pendidikan bukan sekadar pengisian otak, melainkan juga pembentukan karakter, pemebrlebaran wawasan, serta peningkatan kapabilitas individu untuk berperan aktif dalam transformasi masyarakat. Ini menjadi hubungan langsung dengan konsep-konsep dasar di dalam perkembangan ilmu sosiologi pendidikan.
Dengan mendirikan sekolah Taman Siswa di tahun 1922, dia berusaha melindungi hak-hak pendidikan bagi semua kalangan, khususnya warga pribumi yang sering kali dikesampingkan oleh struktur kolonial. Belum lagi kurikulum pendidikan kolonial saat itu sangat menekankan aspek materiil, kepentingan diri sendiri, serta pengembangan kemampuan akademis semata.
Dibutuhkan rivalitas dalam bentuk pendidikan yang bersifat humanistik dan rakyatnya. Pastinya hal ini harus menekankan nilai ‘memayu hayuning bawana’ (merawat ketentraman alam semesta).
Menurut e-modul “Ki Hajar Dewantara: Pemikiran dan Perjuangan”nya, ide mendirikan sekolah atau sistem pendidikan muncul dari pertemuan-pertemuan atau diskusi yang diadakan tiap hari Selasa-Kliwon. Para peserta diskusi merasa sangat sedih (merasa patah hati secara emosional) dengan kondisi pendidikan zaman penjajahan.
Pendapat Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang efektif bagi masyarakat di timur menekankan pada tiga pilar: sisi manusiawi, karakter rakyat, dan semangat nasionalisme. Ketiganya merupakan fondasi utama dari visinya dalam memajukan bangsa melalui proses pendidikan serta membimbingnya menuju tujuan akhir yakni meraih kemerdekaan atau otonomi sendiri.
Nilai-humanisme dalam sistem pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara tercakup dalam peribahasa “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.” Ungkapan ini mencerminkan sudut pandang yang amat berorientasi pada manusia serta sosial.
Ki Hajar Dewantara menganggap guru sebagai panutan, motivator, dan penyedia kesempatan bagi siswa untuk berkembang. Hubungan yang terjalin tidak bersifat hierarkis, tetapi lebih kepada kerjasama saling berpartisipasi.
Ki Hajar Dewanara menyatakan bahwa pendidikan harus dipenuhi dengan prinsip-prinsip bersama. Ini berarti menekankan pada arti dari kerjasama tim dan keseimbangan untuk menjadi dasar utama dalam proses pembelajaran.
Perspektif ini sungguh dipengaruhi oleh pandangan sosiologi. Pendidikan perlu menghasilkan koherensi sosial serta dapat memperkokoh hubungan di antara para anggota masyarakat.
Berdasarkan aspek-aspek itu, Ki Hajar Dewantara menyelaraskan hubungan antara sosiologi dengan pendidikan. Selain mengajari, beliau turut menciptakan sebuah masyarakat baru yang mandiri dalam bidang budaya, sosial, dan politik.
Riwayat Ilmu Sosial Pendidikan di Indonesia
Sejarah sosiologi pendidikan di Indonesia dimulai dan berkembang pada paruh kedua abad ke-20. Ini berlangsung bersamaan dengan peningkatan studi dalam bidang ilmu sosial.
Pada saat tersebut, ide-ide dasar dari sosiologi mulai terlihat dalam konsep yang diajukan oleh para pemuka, termasuk Ki Hajar Dewantara. Meskipun demikian, hal ini belum berkembang menjadi disiplin ilmu resmi.
Sistem pendidikan kolonial bersifat terbatas dan hanya untuk kalangan atas. Ki Hajar Dewantara tidak menyetujui metode pengajaran seperti yang diterapkan oleh penjajah.
Dengan beragam ide, Ki Hajar Dewantara mengembangkan konsep pembelajaran alternatif yang mendukung kepentingan rakyat. Sebuah sistem pendidikan yang bersifat humanistik serta terbuka bagi semua kelompok dalam masyarakat.
Gagasan serta usaha yang dicanangkan oleh Ki Hajar Dewantara memberi inspirasi untuk merancang sistem pendidikan setelah kemerdekaan. Ia menunjukkan bahwa pendekatan pendidikan yang terinspirasi dari warisan budaya lokal malah lebih mampu melepaskan diri dan mencetak identitas nasional.
Sosiologi bisa mengajarkan kita hal-hal krusial bahwa pendidikan dapat menunjukkan ketidakseimbangan sosial, nilai-nilai budaya, serta penyebaran kekuatan. Dia menyadari ini dan berusaha merancang suatu sistem pendidikan yang membantu rakyat melepaskan diri dari cengkaman struktur kolonialisme.
Pandangan Ki Hajar sangat cocok dengan ide bahwa tiap anak negeri memiliki hak untuk berkembang dan sukses mengacu pada kemampuan masing-masing mereka. Konsep Ki Hajar Dewantara masih segar dalam konteks teori sosiologi dari Durkheim yang menekankan pentingnya pendidikan sebagai media penyebaran norma-norma bersama; juga sejalan dengan sudut pandang Paulo Freire yang memposisikan pendidikan sebagai alat pencerahan.
Artinya pendidikan bisa mensejahterakan dan memberi kebebasan kepada seseorang. Perjuangan Ki Hajar Dewantara membuktikannya bukan hanya sebagai tokoh, tetapi juga sebagai pahlawan yang gigih dalam menyebarkan ilmu pengetahuan.
pendidik
, namun juga seorang pemikir sosial yang progresif.
Ki Hajar Dewantara dengan gigih dan bertahap menegakkan kemerdekaan bangsa.
rakat, khususnya dalam bidang pendidikan. Metode humanistik serta yang didasari oleh nilai-nilai setempat yang diajukan ini mencerminkan contoh berkaitan dengan tersebut.
pendidikan nasional
yang ideal.
Pendidikan bertema kekeluargaan adalah metode pembelajaran yang menghargai kemanusiaan siswanya. Oleh karena itu, meneruskan tradisi pendidikan yang terinspirasi dari norma-norma budaya kita sangatlah vital bagi pahlawan negeri ini.
Gagasan mengenai pendidikan tidak hanya bertujuan untuk melahirkan sarjana, namun juga untuk membuka kesadaran manusia atas tanggung jawab sosial mereka. Jenis pendidikan seperti ini lah yang akan menjadi kuncinya bagi Indonesia dalam merintis masa depan yang lebih adil serta bermartabat.