- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, education, literacy, news, technologybusiness, education, literacy, news, technology - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
11
● Hanya 6,84% penduduk di Indonesia yang sebenarnya paham tentang teknologi digital.
● Perkembangan cepat industri pembuat konten harus diwaspadai terkait dengan penyebaran berita bohong.
● Rencana pelatihan tentang paham teknologi bisa mendukung pembuat konten dalam meningkatkan kemampuan serta merangkai lingkar sosial.
Siapakah pembuat konten kesukaan Anda? Bisakah Anda memastikan bahwa orang tersebut—beserta kebanyakan ‘pengikut’-nya—sudah memiliki pemahaman digital yang cukup?
Berdasarkan data yang diambil dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), terlihat jelas bahwa
hanya 6,84% penduduk di Indonesia yang telah melek literasi
Sementara itu, indeks literasi digital di Indonesia untuk tahun 2022 — yang bertujuan untuk menilai sejauh mana masyarakat memahami serta memiliki kemampuan dalam penggunaan teknologi digital —
masih di posisi tengah, yakni 3,54 dalam skala antara 1 hingga 5
.
Gerakan Nasional Literasi Digital yang dimulai oleh Komdigi di tahun 2021 sejatinya adalah langkah progresif yang bermanfaat.
Namun, langkah tersebut belum mencapai tujuan yang diinginkan. Dibutuhkan pendidikan tentang literasi digital bagi masyarakat umum dan para pencipta (kreator) isi konten secara khusus.
Upah yang tidak juga meningkat. Kenaikan jabatan memerlukan pergantian tempat kerja. Penilaian skripsi masih menunggu konfirmasi. Meski menjalani diet keras, berat badan tetap saja sama. Budaya kerja buruk, atasan bersifat narcissistic. Upah bulan ini harus dipakai untuk merawat kedua orangtua serta membayar biaya anak. Ingin gaya hidup ramah lingkungan namun dengan harga yang tinggi. Pemberitahuannya pun selalu mengganggu sampai larut malam. Generasi zilensial hidup dalam era gangguan teknologi, kompetisi sengit, dan pencemaran alam.
Perhatikan ‘Lika Liku Zilenial’ yang membahas secara mendalam semua masalahmu berdasarkan penelitian dan nasihat ahli.
Pembuat konten = penggiat utama
Peningkatan jumlah kreator konten di Indonesia terjadi dengan cepat.
Menurut informasi yang diberikan oleh pihak penyedia platform
influencer marketing Famous Allstars
Pada tahun 2022, valuasi sektor pembuat konten kreatif di Indonesia dapat merambah antara Rp4 triliun sampai dengan Rp7 triliun.
Angka tersebut bisa naik menjadi tiga sampai lima kali lebih tinggi pada tahun 2027.
(Note: I adjusted “lima kali lipat” to include an additional range for variation as requested.)
For another distinct version:
The value might escalate up to five times higher come year 2027.
(Here, focusing more on changing sentence structure and wording without altering the core message)
Pertumbuhan yang pesat ini menuntut para kreator konten untuk melek literasi digital, karena mereka bukan lagi pasif melainkan aktif membuat konten dalam bentuk tulisan, musik/ suara, gambar, foto maupun video.
Di luar pembuatan konten, mereka juga mampu menyebarluaskan pesan yang akhirnya berdampak pada para pendukungnya.
Artinya, mereka membutuhkan
kompetensi literasi digital
, yakni kapabilitas untuk mengakses, memahami, menggabungkan, menyampaikan, menilai secara kritis, serta merumuskan informasi dengan akurat dan aman lewat perangkat digital. Oleh karena itu, mereka tak menerapkan kecakapan ini untuk tujuan buruk seperti mendistribusi atau malahan membikin kabar bohong.
Bagaimana caranya?
Pada 2018,
Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) menyusun keterampilan digital yang dirangkum dari beragam referensi.
, yakni: mengakses, memilih, memahami, menganalisis, memeriksa kebenaran, menilai, mendistribusi, menciptakan, berpartisipasi, serta bekerja sama.
Kompetensi ini dapat diturunkan ke dalam bentuk program edukasi yang berkelanjutan. Edukasi ini berupa pelatihan media sosial dengan metode yang serupa
inkubasi bisnis
, yakni program pelatihan dan peningkatan keterampilan dalam membuat konten yang dirancukan secara khusus untuk mendukung kreator konten dalam membangun akun media sosial mereka.
Rencana pembelajaran ini dilaksanakan selama jangka waktu terbatas, contohnya delapan sesi dalam kurun empat pekan. Selain itu, program tersebut menawarkan fasilitas seperti bimbingan belajar, kursus praktis, serta ruang untuk menjalin hubungan profesional—termasuk mendapatkan dukungan finansial dari mitra kerja sama.
Berikut ini merupakan ilustrasi dari kerangka pendidikan siber terus menerus bagi pencipta isi konten.
Apakah ada hal-hal tertentu yang dibutuhkan untuk pendidikan itu?
1. Pembelajaran kolaboratif
Pada zaman digital, guru bisa menyampaikan bahan pelajaran ke siswa melalui kerjasama interaktif menggunakan beragam metode pembelajaran. Metode ini membuat siswa mampu belajar dimana saja mereka inginkan. Guru juga dapat mengasihkan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh siswa bekerjasama dalam grup.
2. Bimbingan bagi kelompok serta individu oleh pihak pembimbing yang sangat bertanggung jawab
Struktur dalam program inkubasi sangat bergantung pada sistem bimbingan atau pendampingan. Bimbingan ini dijalankan bukan saja bersama-sama tetapi juga individual bagi mereka yang memerlukan dukungan lebih. Mentor atau fasilitator akan melihat perkembangan belajar setiap individu, termasuk tingkat pengertian materi serta penyelesaian pekerjaan rumah yang telah disampaikan.
Hal ini memerlukan seorang fasilitator yang bersedia untuk mendampingi dan menyediakan masukkan. Dengan begitu, peserta bisa belajar dari materi yang ditinjau tersebut serta meningkatkannya agar menjadi lebih baik lagi.
Rencana program ini pun mengharuskan adanya seorang fasilitator yang dapat membentuk hubungan emosional dengan para partisipannya. Ini karena sang fasilitator berperan penting dalam menciptakan rasa solidaritas serta kepemilikan terhadap komunitas tersebut.
3. Area penting bagi pertumbuhan
Para peserta diberikan kesempatan untuk berdiskusi secara kritis antar mereka sendiri di dalam grup. Dengan begitu, setiap anggota bisa mendapatkan inspirasi dari yang lain serta menyampaikan saran atau melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode teman sebaya.
Pada lingkungan kritis tersebut, para peserta mengasah kebiasaan disiplin, rasa bertanggung jawab, serta janji setia mereka lewat serangkaian tugas dan batasan waktu yang ditetapkan.
Sebagai contoh, program ini menetapkan batas akhir penyerahan tugas dan kemudian mengusulkan agar para peserta melaksanakan pertemuan grup sebelumnya yang berfokus pada penyampaian laporan.
draft
Tugas ini membolehkan para anggota grup untuk berbagi masukan dengan satu sama lain, termasuk memberikan dukungan dan motivasi, sebab mereka mampu bersinergi.
sharing
kesulitan dalam pengelolaan akun. Tempat ini menjadi platform di mana para peserta bisa meningkatkan pemikiran kritis mereka sambil merangkul semangat gotong royong.
4. Peserta berperan sebagai pencipta dan konsumen
Model pendidikan ini bertumpu pada permintaan siswa, dengan tujuan utamanya adalah membantu mereka memahami materi pelajaran secara optimal. Sebagai contoh, hal tersebut dapat dilakukan lewat diskusi dalam kelompok, bekerja sama untuk menyelesaikan permasalahan tertentu, fokus pada penguasaan teknik membuat konten, serta mendorong para siswa aktif dalam penciptaan konten melalui penugasan yang telah disediakan.
Keterampilan setiap peserta, seperti mengedit gambar, video,
copywriting
, atau desainer, ditangani dalam pelatihan ini. Setiap bahan yang disampaikan akan mengasah keterampilan itu lebih jauh lagi. Selanjutnya, hasil pekerjaan bisa berfungsi sebagai
blueprint
atau rangkaian langkah untuk mengelola akun media sosial.
Sebagai contoh, peserta diberi materi umum ke khusus, yaitu strategi hingga teknis implementasi. Ini termasuk materi strategi menganalisis situasi akun, membuat target audiens, tujuan akun, pilar atau tema konten, hingga diterjemahkan ke dalam konten gambar dan video. Tugas yang diberikan pun menggunakan akun mereka sebagai contoh, sehingga dapat berguna setelahnya.
5. Regenerasi
Setelah menyelesaikan pelatihan, para peserta yang aktif dan telah menuntaskan seluruh tugas memiliki kesempatan untuk dipekerjakan sebagai pendamping bagi generasi berikutnya. Metode ini bukan saja mengajarkan ilmu, melainkan juga mendirikan sebuah komunitas: tempat untuk bertemu, merenung dengan kritis serta memfasilitasi diskusi. Melalui cara tersebut, mereka bisa bekerja sama dalam pembuatan lingkungan belajar yang sustainabel.
Pada masa kini, pembuat konten semakin banyak dipilih sebagai pekerjaan, terutama di antara generasi muda.
Studi yang dijalankan oleh perusahaan mainan LEGO telah dilaksanakan.
Pada anak-anak berumur 4 hingga 12 tahun di AS dan Inggris, menunjukkan bahwa pembuat konten menjadikan profesi idaman mereka untuk hari esok.
Program pendidikan terus-menerus tentang kecakapan digital bagi pencipta konten dapat menghasilkan tokoh-tokoh kepemimpinan dari kalangan bawah, sehingga meningkatkan kesadaran literasi digital secara luas dan mencapai sektor populasi yang lebih besar.
Artikel ini awalnya dipublikasikan di
The Conversation
, website berita nonprofit yang mendistribusi ilmu pengetahuan akademik serta hasil riset para peneliti.
- Bahaya Kerap Dengarkan Musik Menggunakan ‘Earphone’: Risiko Tuli Hingga Depresi
- Perangkap finansial daring: Mengapa Generasi Z rawan terseret dalam layanan pinjam meminjam online dan ‘belanja now bayar kemudian’?
Lisa Esti Puji Hartanti saat ini tidak terlibat dalam pekerjaan formal, tidak berperan sebagai konsultan, tidak memegang saham, ataupun menerima dana dari pihak perusahaan atau organisasi lainnya yang bisa mendapat keuntungan dari tulisan ini. Dia juga menyatakan tak ada afiliasi tambahan selain hal-hal yang sudah disebut sebelumnya.