Kisah Aan di Posyandu Jiwo: Berani Terbuka Sebagai Pasien ODGJ demi Mengubah Pandangan Masyarakat Tentang Kesembuhan

Kisah Aan di Posyandu Jiwo: Berani Terbuka Sebagai Pasien ODGJ demi Mengubah Pandangan Masyarakat Tentang Kesembuhan


MAGETAN, lowongankerja.asia

– Iringan musik enerjik menemani puluhan partisipan senam di Balai Desa Sidomukti, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

Instruktor senam yang energetik mendorong partisipan untuk mem gerakan setiap bagian badan mereka, namun beberapa orang terlihat hanya ikut-ikutan saja sambil menunjukkan ekspresi datar.

Antara mereka, Aan Ariyanto (40) kelihatan bergairah ikut gerakan menyesuaikan irama lagunya.

Pada hari ini, Aan memutuskan untuk tidak pergi ke pasar Plaosan guna berjualan sayuran, tetapi lebih memilih bertemu dan bercerita bersama teman-temannya yang juga sedang dirawat di Posyandu Mbah Jiwo.

“Setiap bulan aku memilih tidak berjualan agar bisa bertemu dan berkumpul dengan teman-teman di tempat ini. Kami hanya duduk bersama, mengobrol dan bercanda,” katanya saat istirahat acara posyandu pada hari Rabu, 16 April 2025.

Aan menyatakan bahwa dia merasa diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan kembali setelah sekitar tiga tahun sebagai pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr Arif Zainudin, Solo.

Pengalaman sulitnya sebagai seseorang yang menderita penyakit mental (ODGJ) bermula pada tahun 2005 saat ia berkarier di Jakarta sebagai tukang batu.

Keahliannya menjadikan mandor menitipkan tanggung jawab operasi molen pengaduk semen padanya.

Tetapi, rekannya jadi cemburu dan menyampaikan ancaman terhadap keamanannya.

“Ternyata rekan kerja saya ternyata tidak senang dengan sikap tekun saya. Dia mengomentari bahwa saya seperti buruh pada masa lalu. Saya bahkan mendapat ancaman pembunuhan serta penyanderaan. Namun akhirnya saya berhasil diselamatkan oleh pihak kepolisian dari Jakarta dan dikembalikan ke rumah di Magetan,” tambahnya.

Setelah tiba di desa aslinya, Aan malah merasakan depresi karena rasa takut berlebihan terhadap ancaman yang ia dapatkan di Jakarta.

Tidak nyamanannya itu bertambah parah karena pembicaraan para kerabat dekatnya.

Tiap kali saya teringat tentang ancaman dari kawan sekerja dan mendengar Anda berbicang buruk tentang situasi saya, saya menjadi marah luar biasa hingga memecahkan piring, gelas, atau apa pun yang ada di depanku.

“Meskipun saya tak ingat secara pasti, namun begitulah yang diceritakan orang lain. Saya memecahkan semua piring di rak hingga tak tersisa satupun. Setelah memecahkan semuanya, rasanya menjadi lebih ringan,” tuturnya.

Habit negatif itu mengakibatkan keluarganya menemui bidan setempat, yaitu Deby, untuk mendapatkan bantuan dalam merawat anggota keluarga mereka yang menderita gangguan jiwa ringan (ODGJ). Bidan Desa ini memiliki program menyuntikkan obat penenang bagi para warga dengan kondisi serupa.

Aan selanjutnya direferensikan ke Rumah Sakit Jiwa Daerah dr Arif Zainudin, Solo untuk perawatan tambahan.

“Saya sempat bolak-balik ke Solo untuk perawatan. Setelah itu, ada Posyandu Mbah Jiwo di desa yang dipimpin oleh Bu Deby beserta kawan-kawan lainnya. Jika tak kunjung datang ke posyandu tersebut, Bu Deby lah orang yang mencariku,” tuturnya sambil terkikih.

Di Posyandu Mbah Jiwo, Aan memperoleh teknik mengatasi emosi dari Bidan Deby, di antaranya adalah dengan mencurahkan emosinya pada sebuah bantal.

“Alhamdulillah, dengan mengetok bantal lalu mencuci wajah, emosi yang sedang meluap-luapkannya dapat diredam,” katanya.

Teknik yang digunakan itu ternyata berhasil, hingga Aan dapat mulai mengatur perasannya dengan baik.

Dengan mengonsumsi obat secara rutin setiap harinya, kondisi emosional Aan diklaimstabil.

Akan tetapi, Aan kembali merasakan depresi usai kepergian sang ibu.

Depresi kedua itu menyebabkannya kerap mengalami gangguan karena mendengarkan gosip dari orang lain yang dapat menimbulkan kemarahan dalam dirinya.

“Bermacam-maca orang menuding bahwa saya sering kencing di tempat terbuka, hal ini membuatku marah. Saya yakin bahwa tuduhan tersebut salah dan saya sama sekali tak memiliki kenangan pernah melakukannya,” ujarnya.

Walau dihadapkan pada berbagai rintangan, Aan tetap melanjutkan perawatannya secara teratur serta turut serta dalam aktivitas Posyandu Mbah Jiwo.

Dia pun memulai usaha menjual sayuran di Pasar Plaosan dan bercocok tanam di area seluas kira-kira 600 meter persegi.

Aan menikah di tahun 2015 dan saat ini telah dikaruniai seorang putri berumur tujuh tahun yang ingin menjadi dokter di masa depan.

Aan menyatakan bahwa walau sudah menyesuaikan diri dengan gaya hidup sehari-hari layaknya orang biasa, ia masih memutuskan untuk terus bergabung dalam acara Posyandu Mbah Jiwo.

“Apabila sedang tak berjualan, umumnya saya akan hadir, bersua dan bercengkerama dengan para anggota untuk mensupport mereka agar yakin bahwa ODGJ dapat pulih,” ungkapnya.

Dia juga ingin menyampaikan pengetahuan kepada publik mengenai kebutuhan dukungan bagi orang dengan gangguan jiwa.

Dengan terbukanya dirinya, Aan menginginkan agar masyarakat dapat lebih menyetujui dan memahami eksistensi individu yang memiliki masalah kesehatan mental.

“Saya menyambut hal tersebut sebagai sebuah tahap dalam perjalanan hidupku dan aku memilih untuk menghadapinya. Komunitas yang menyetujui situasi ini serta mendukung usaha penyembuhan mereka merupakan pendekatan terbaik,” tuturnya.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *