- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, jobs and careers, lifestyle, social issues, technologybusiness, jobs and careers, lifestyle, social issues, technology - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
11
lowongankerja.asia
Pernah gak? Kamu pernah bekerja dari rumah sambil pake piyama, trus bosmu tiba-tiba bilang, “Kalo nggak ke kantor berarti bukan kerja nih”?
Jika benar demikian, mungkin Anda sedang menghadapi generasi baby boomer yang masih percaya pada norma-norma pekerjaan era lalu dan sangat disayangkan bahwa hal tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan zaman sekarang.
Bukan berarti generasi baby boomer sepenuhnya keliru, sih. Namun, dengan perubahan zaman dan kemajuan teknologi, pandangan kita terhadap dunia pekerjaan juga turut berkembang.
Dikutip dari situs lowongankerja.asia melalui Geediting.com pada hari Minggu, 20 April 2025, berikut adalah delapan kepercayaan tentang karir tradisional yang tetap dipertahankan beberapa anggota generasi baby boomers. Padahal, dalam zaman modern seperti sekarang ini, konsep tersebut perlu ditinggalkan.
1. Waktu kerja dari jam 9 hingga 5 dianggap suci
Sekarang dulu: masuk pukul 09.00 pagi, pulang pukul 17.00 sore. Jika mungkin bekerja lembur, dianggap sebagai tanda kerja keras yang lebih besar.
Saat ini? Kebijaksanaan baru mengatakan bahwa fleksibilitas memegang kendali. Waktu bekerja tidak lagi menjadi standar untuk menilai sejauh mana seseorang produktif.
Banyak di antara kita yang kini bekerja lebih produktif pada pukul 22:00 sambil menikmati secangkir teh atau sebelum fajar tiba.
Hal yang terpenting adalah output dari pekerjaanmu, bukan waktunya atau tempatnya saat mengerjakannya.
2. Kantor merupakan lokasi tunggal yang dipakai untuk bekerja.
Boomer: bekerja di kantor, duduk di meja, melihat wajah teman satu tim setiap harinya.
Realitas saat ini adalah bahwa tempat kerja dapat mencakup meja di area memasak, kedai kopi pilihan Anda, atau bahkan halaman belakang rumah Anda.
Kemerdekaan dalam menentukan tempat bekerja sebenarnya membuat kita menjadi lebih kreatif dan Produktivitas pun meningkat. Yang terpenting adalah atmosfer yang dirasakan, tidak hanya tentang di mana lokasinya.
3. Berpindahan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya berarti tidak setia.
Dahulu kala, jika seseorang dapat bekerja di sebuah perusahaan hingga masa pensiun, itu merupakan suatu keberhasilan.
Di zaman modern ini? Berpindah pekerjaan diartikan sebagai indikasi perkembangan diri.
Data LinkedIn menyebutkan bahwa generasi milenial cenderung lebih fleksibel, sebab mereka mencari pengalaman, tidak hanya kestabilan.
Untuk kalangan pemuda, berpindah pekerjaan sama dengan mencari tantangan baru, bukan menghindar dari kewajiban.
4. Pertemuan langsung tersebut bersifat mandatory
Jika tidak bertemu secara langsung, kerjasama tim menjadi kurang harmonis.
Kata siapa?
Kini kita memiliki Zoom, Google Meet, dan Slack—serta kemampuan merekam pertemuan untuk mereka yang melewatkan acara tersebut.
Produktivitas tidak selalu tentang duduk bersama di ruangan pertemuan yang sejuk. Kerja sama dapat dilakukan dari berbagai penjuru dunia secara bersamaan.
Hal utama adalah: komunikasi yang transparan, bukannya jarak geografis.
5. Busana resmi = profesional
Jas, dasi, dan sepatu pantofel. Dahulu itu merupakan simbol tampilan profesional di lingkungan kantor.
Saat ini? Profesionalitas tidak dinilai dari dasi, tetapi dari sikap dan kualitas pekerjaan.
Kami berada dalam zaman ketika CEO perusahaan rintisan dapat memakai hoodie saat menyampaikan kepada para investor. Dan itu tidak menjadi masalah, asalkan performa mereka baik.
Berpakaian untuk pekerjaan? Tentu saja. Tapi jangan lupa juga untuk berpakaian dengan nyaman ya.
6. Makin lama kerja, makin produktif
Boomer kebanyakan yakin bahwa kerja keras berarti bekerja untuk waktu yang lama.
Sebenarnya, otak manusia memiliki keterbatasan dalam hal fokus. Terus menerus bekerja malahan dapat menyebabkan kelelahan berkepanjangan.
Dalam lingkungan pekerjaan yang maju, melakukan pekerjaan dengan efisien sangatlah lebih dianaktirikan dibandingkan bekerja terus-menerus tanpa henti.
Istirahat sangat dibutuhkan. produktivitas tidak melulu tentang marathon, tetapi lebih kepada sprint yang terencana dengan baik.
7. Teknologi adalah gangguan
Generasi sebelumnya terkadang menganggap teknologi seperti media sosial, aplikasi pekerjaan, atau perangkat elektronik sebagai gangguan.
Sebenarnya, itulah yang menjadi senjata utama kita saat ini.
Melalui teknologi, kita mampu mengelola projek antar benua, merencanakan waktu dengan lebih tepat, serta memperoleh otomatisasi untuk pekerjaan yang bersifat repetitif.
Hal utama adalah memahami kapan dan bagaimana menggunakan sesuatu dengan cerdas.
8. Pensiun = penutup dari seluruh hal
Pola pikir klasik: kerja keras seumur hidup, lalu pensiun dan bersantai.
Generasi saat ini? Banyak di antara mereka malah memandang pensiun sebagai titik awal yang baru.
Beberapa orang memulai usaha mereka sendiri, ada pula yang menjadi pembimbing, atau mungkin bekerja secara lepas berdasarkan hobi mereka.
Pensiun saat ini bukanlah akhir tetapi merupakan tahap kehidupan yang lebih lentur dan membahagiakan.
Kita nggak sedang menyalahkan generasi mana pun. Setiap generasi punya konteks dan tantangannya sendiri.
Namun satu hal yang jelas: lingkungan pekerjaan sedang bertransformasi. Kita juga perlu turut mengalami perkembangan.
Keberhasilannya terletak pada kerelaan untuk membuka diri, memahami satu sama lain, serta bekerja bersama antar generasi.
Daripada berdebat mana yang paling benar, lebih baik cari titik temu agar semua orang—dari boomer sampai Gen Z—bisa thrive bersama.
Pada akhirnya, keanekaragaman sudut pandanglah yang membuat lingkungan kerja menjadi kaya, kreatif, dan menginspirasi. ***