- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
culture, generations, health, lifestyle, social issuesculture, generations, health, lifestyle, social issues - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
9
Generasi Z, juga dikenal sebagai Gen Z, terdiri dari individu yang lahir di antara akhir tahun 1990 sampai awal tahun 2010-an. Mereka menghadirkan sudut pandang serta pemahaman dunia yang cenderung sangat berlainan dibandingkan generasi-generasi pendahulu mereka, misalnya Generasi Millennial, Generasi X, ataupun Generasi Boomerek.
Memahami
mindset
Kepentingan generasi Z dalam memastikan bahwa komunikasi serta interaksi antar generasi dapat terjadi dengan lebih damai dan efektif, entah itu di rumah tangga, lembaga pendidikan, atau area pekerjaan, sungguh tidak tertandingi.
Salah satu ciri khas mindset Generasi Z adalah ketertarikan mereka pada perubahan serta inovasi, terlebih dalam bidang teknologi dan sosial. Seperti diketahui dari artikel di Your Tango, beberapa cara pandang umum yang dianut oleh Generasi Z patut untuk disadari oleh generasi-generasi sebelumnya.
1. Prioritas utama kini adalah kesejahteraan psikis.
Untuk Generasi Z, meruntuhkan prasangka lama tentang kesehatan mental merupakan prioritas besar bagi mereka. Mereka mencoba mendirikan kesepahaman kolektif yang menyatakan bahwa kesehatan mental tak sekadar menerima dan menjaga keadaan fisik agar selalu prima, melainkan juga memerlukan pengamatan serta penanganan secara teratur tiap harinya.
Generasi saat ini menganggap kesehatan mental sebagai suatu hal yang menyeluruh, tidak hanya berkutat pada gangguan seperti depresi atau cemas, tetapi juga mencakup rangkaian kompleks dari perasaan, emosi, serta pengalaman-pengalaman interrelated tersebut. Karena alasan itu pula, generasi ini sangat mendukung pentingnya pemeliharaan keseimbangan dengan bermacam-macam metode, termasuk asuhan diet yang baik, olahraga secara rutin, sampai pembentukan relasi sosial bernilai positif.
2. Memiliki jati diri selain dari profesi
Generasi Z percaya bahwa meluangkan waktu untuk beristirahat adalah elemen krusial dalam mencapai efisiensi kerja dan ternyata pandangan ini memang tepat. Penelitian oleh
Psychological Review
menggarisbawahi bahwa proses rileksasi yang intensif dan waktu istirahat tidak sekadar tentang pengambilan jeda, melainkan juga merupakan kunci untuk menangani kelelahan, meringankan tekanan, serta memelihara kesejahteraan mental, emosi, dan fisikal.
Walaupun Gen Z terkadang masih bertarung dengan perasaan malu atau bersalah ketika menyempatkan waktu untuk diri sendiri, hal itu justru bisa memberikan pelajaran berharga bagi Generasi Baby Boomers. Dengan meneladani pendekatan serupa tentang betapa pentingnya waktu istirahat dan penyembuhan, generasi sebelumnya dapat memperbaiki mutu kehidupan serta kesejahteraannya secara drastis.
3. Istirahat itu produktif
Angkatan Z memiliki perspektif yang berlainan terhadap ketekunan di tempat kerja jika disbanding dengan generasi-generasi sebelumnya. Seperti dikatakan oleh Professor Oli Mould dari Universitas London, angkatan ini enggan menerima gaya hidup bekerja tanpa henti dan cenderung memprioritaskan keserasian antara dunia profesional dan personal. Angkatan Z juga mendambakan signifikansi serta misi dalam tugas-tugas mereka, sambil menjunjung tinggi aspek-aspek manusiawi beserta prinsip-prinsip yang cocok bagi identitas diri mereka sendiri.
Untuk generasi ini, bekerja tidak hanya tentang penghasilan, melainkan juga kebahagiaan dan dampak positif yang dapat diberikan. Mereka bersedia untuk merelakan upahnya jika itu berarti bisa melakukan pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip hidup mereka; akan tetapi secara tegas menentang ide menjadi budak kerja atau mengabaikan seluruh aspek kehidupannya demi sebuah perusahaan yang kurang memperhatikan komitmen mereka. Angkatan Z mendambakan keseimbangan dalam hidup dimana profesi hanyalah salah satu elemen penting, bukanlah fokus tunggal dalam hidup.
4. Menentukan batasan tidaklah bersifat egois
Menentukan batas pribadi tak sekadar tentang menjaga jarak; itu merupakan tahapan vital untuk mengurus kesejahtaran mental serta menstabilkan kehidupan. Menurut para profesional di UC Davis Health, memiliki aturan yang tegas amatlah memberi manfaat, mencakup well-being emosi, status fisik, hingga mutu interaksi Anda dengan sekitar.
Saat seluruh anggota tim mempunyai sasaran yang sama dan berani membicarakan pembatasan dengan transparansi tanpa rasa takut, maka akan muncul komunikasi yang baik. Hal ini pun membuat lingkungan yang saling memberi hormat dimana tiap individunya merasa dipahami, dihargai, serta bebas menunjukkan identitas mereka. Sebenarnya, aturan bukanlah hambatan melainkan dasar untuk menjalin relasi yang sehat dan gaya hidup yang lebih stabil.
5. Berkata air mata tidak berarti lemah
Untuk sebagian besar individu dari latar belakang generasi yang lebih senior, mengungkapkan masalah kesehatan mental tetap menjadi hal yang aneh dan kurang menyenangkan. Keyakinan mereka berkembang di mana menunjukkan emosi, seperti tangisan, seringkali diasosiasikan sebagai indikator lemahnya karakter. Sering kali, rasa sakit hati justru ditumpulkan atau disamarkan, kadang-kadang dipertukarkan dengan amarah atau isolasi diri. Akan tetapi, pandangan tersebut sedikit demi sedikit beralih.
Menangis sesungguhnya menunjukkan keberanian karena itu artinya seseorang mampu jujur tentang perasaannya sendiri. Menyampaikan emosi tanpa rasa takut, seperti melalui air mata, dapat menjadi metode efektif untuk meredakan beban psikologis serta membangun ikatan yang lebih otentik dengan orang lain. Ketika kita bersedia membongkar lapisan-lapisan tersebut dan biarkan emosi keluar, kita sebenarnya telah menyokong kesehatan mental, meningkatkan kualitas hidup dari segi fisik, dan membuat relasi yang semakin kokoh serta penuh simpati.
6. Waktu sendiri menyehatkan
Menurut psikiater Steven Gans, menyempatkan waktu untuk diri sendiri bukannya merupakan suatu kemewahan, tetapi menjadi keperluan esensial untuk menjaga kesejahteraan mental. Kesendirian memiliki fungsi signifikan dalam membantu individu menemukan identitasnya, meredakan stres, dan meregenerasi tenaga emosi.
Artinya, supaya kita dapat berpartisipasi sepenuhnya dan dengan jujur dalam pergaulan serta relasi personal, diperlukan adanya ruang untuk diri sendiri lebih awal. Meski banyak individu di generasi sebelum kami diajari oleh budaya mereka bahwa sibuk dan selalu produktif adalah hal mulia, namun memiliki waktu sendirian masih sangat penting.
(*)