6 Mahasiswa Bima Jadi Tersangka Rusak Mobil Dinas, PBHM Mendorong Solusi Restoratif


, MATARAM

– PBHM mendesak polisi mengadopsi prinsip restorative justice (RJ) dalam menyelesaikan perkara enam mahasiswa yang disebut sebagai tersangka atas kerusakan kendaraan dinas di dekat Bandara Kabupaten Bima.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Polisi dari Polres Kabupaten Bima telah mengidentifikasi enam mahasiswa sebagai tersangka terkait dengan dugaan kerusakan pada kendaraan selama demonstrasi yang berlangsung di jalur lalu lintas antar kabupaten Sumbawa dan Bima.

Kelima enam orang yang disebut sebagai tersangka adalah Muh Yunus (22 tahun), Erwin Setiawan (23 tahun), Firdaus (19 tahun), Aditia (19 tahun), Deden Dwi Yanto (18 tahun), serta M Alfiansyah (24 tahun). Semua individu ini berstatus sebagai mahasiswa dari Kabupaten Bima.

Ketua Umum PBHM NTB, Yan Mangandar Putra menyatakan bahwa keenam mahasiswa tersebut telah berbuat salah, tetapi dia menganjurkan polisi untuk menggunakan metode Rehabilitasi dan Jembatan Sosial (RJ). Hal ini disebabkan karena para mahasiswa masih menjalani pendidikan serta mereka memiliki peran penting dalam mendukung ekonomi keluarga mereka.

“Tetapi sepertinya kurang adil, mengingat proses hukum terhadap keenam mahasiswa ini, yang juga bantuan bagi keluarga mereka dalam mencari nafkah,” jelas Yan, panggilannya, pada hari Senin (2/6/2025).

Dia juga menekankan tentang kematian Brigadir MN, seorang anggota Propam Polda NTB, yang dituduh meninggal karena ulah dua perwira senior-nya. Yan menyebutkan pertanyaan utamanya terkait fakta bahwa polisi sampai saat ini belum mengidentifikasi siapa tersangka dalam kasus tersebut.

“Pada aspek lain, cara menanganinya berbeda, misalnya kasus kematian tak biasa dari Brigadir MN, anggota Propam Polda NTB, di sebuah hotel di Gili Trawangan pada 16 April 2025 ketika dia sedang bersama dua atasan-nya. Hingga kini, baik Mabes Polri maupun Polda NTB belum mengidentifikasi siapa tersangka dalam kasus ini,” jelas Yan.

Melanjutkan ke kasus berikutnya, yakni kasus kelima jiwa penunggang remaja dalam ajang lomba pacuan kuda yang sampai saat ini disinyalir belum mendapat perhatian serius dari pihak kepolisian.

“Terdapat lima penunggang kuda di antara remaja pada periode 2019 sampai 2025, lokasi kejadian mayoritas berada cukup dekat dengan Mapolres Bima, dan semua kematiannya yang mencurigakan tak satu pun mendapatkan proses hukum,” terang Yan.

Dia menegaskan, pejabat Pemerintah Kota Bima yang dibiayai oleh jerih payah penduduk setempat sebagai pelapor keenam para mahasiswa tersebut harus bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.

“Akan tetapi, yang terjadi justru demikian; kewajiban itu belum juga dipatuhi secara menyeluruh sampai saat ini. Oleh karena itu, warga di Pulau Sumbawa, termasuk mereka dari Bima, menyerukan pembentukan provinsi baru yaitu Provinsi Pulau Sumbawa,” ungkap Yan.

Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, Kepala Polisi Resor Kabupaten Bima AKBP Eko Sutomo menyebutkan bahwa kendaraan yang rusak akibat tindakan mahasiswa adalah milik Dinas Peternakan di kabupaten setempat.

“Maka pada waktu itu terdapat sebuah kendaraan bermotor berplat nomor merah yang lewat, Ketua kelompok menginstruksikan agar menyekap atau menghentikannya, di sinilah mereka melakukan kerusakan dengan mencoba melemparinya menggunakan batu, menendang serta memukuli,” jelas Eko.

Eko menerangkan urutan peristiwa tersebut, dimulai dari demonstrasi yang dilancarkan oleh kelompok lima organisasi mahasiswa yang berada di bawah payung Cipayung Bima. Aksi ini berkaitan dengan usulan pendirian Provinsi Pulau Sumbawa dan terjadi tanggal 28 Mei kemarin.

Dia menambahkan bahwa awalnya para demonstran melakukan protes di depan Bandara Sultan Muhammad Salahuddin, tetapi karena tempat itu bukanlah lokasi yang tercantum dalam izin yang diberikan kepada petugas keamanan, mereka diminta berpindah ke titik lainnya.

Pada saat sampai di jalanan yang mengarah ke Desa Teke, Koordinator Lapangan (Korlap) M Alfiansyah memerintahkan massa demonstrasi untuk menutup jalan. Meskipun telah diberi peringatan agar tidak melakukannya, massa tetap saja enggan mendengar nasihat tersebut.

Di lokasi pengalihan jalanan itu, terjadi sebuah kendaraan dengan plat merah yang lewat. Pada momen serupa, pemimpin kelompok menuntut menghentikan mobil tersebut dan kejadian kerusakkan pun tak bisa dicegah.

“Pasukan kami yang bertanggung jawab atas penjagaan segera berlari ke tempat kejadian, dan menemukan mobil itu telah mengalami kerusakan parah,” ungkap Eko.

Eko pun menggarisbawahi bahwa pihaknya tetap akan meneruskan upaya pengejaran terhadap para pelaku lain yang terkait dengan kerusakan kendaraan dinas itu.

Sebagai akibat dari tindakannya, keenam orang yang dicurigai ini dijerat oleh pasal 170 ayat (1) sampai 1 KUHP bersama pasal 212 KUHP dan menghadapi hukuman penjara maksimal selama lima tahun enam bulan.

(*)

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *